YaAlloh Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang,
Begitu sulit melalui hari-hari nifas setelah melahirkan, karena aku tidak memiliki kesibukan mengurus seorang bayi, pun, untuk mendekat padaMU. Saat ini.
40 Hari yang kujalani adalah hari yang kerontang, yang membuatku tak mampu menyentuh langit pun memijak bumi, karena aku melayang diudara akibat airmataku yang mengawan, menggelap makin berat, di sekap duka di kedalaman jiwaku sendiri.
Tapi, aku ingin pulang, pada kelembutan kasihMU, pada persangkaan fikiranku, meski begini, tak mungkin Kau tinggalkan aku meski sekejap. Dukaku telah menggelapkan mataku dari tanganMU yang membelai halus rambutku, mencium ubun-ubunku, menggenggam jemariku yang hampa terbuka, Kau sesungguhnya membayang di bola mataku, menatap mata kosongku dan Engkau sesungguhnya memelukku dalam dekapanMU saat aku terisak-isak merasa kewalahan akan kesedihan yang tengah Kau sampirkan di bahuku.
Kau memilihku. Untuk menghadapi UjianMu ini. Yang akan selalu ku artikan sebagai cintaMU yang mendalam padaku. Karena aku tak punya tempat selain pulang kepadaMu, menangis di pangkuanMu dan menceritakan ini padaMU, membuat hatiku yang retak berderak-derak menggigil dalam kesunyian.
Kau amat mencintaiku aku tahu Kau pun menunggu bagaimana aku akan bertahan menghadapinya. Engkau telah memasangkan aku dengan suami yang begitu baik dan bertanggung jawab, melahirkan aku melalui seorang Ibu yang hatinya penuh kasih dengan ketegaran sekukuh karang. Aku tak bisa meminta lebih, saat kemudian Engkau mengambil titipanMU dalam rahimku.
Sujud-sujud panjang memohon agar Engkau mempercayakan padaku pengobat hati dan penghibur mata melalui keturunan yang sholeh telah Kau bayar tunai dengan mendengungkan detak jantung dalam Rahimku. Aku bahagia. Saat tanganMU berkarya di dalamnya. Detik demi detik yang aku lalui yang menyadarkan aku bahwa disanalah kita saling berdekatan dengan amat intim dan akrab. Aku bahagia, tak pernah takut apapun, ada Engkau bersamaku, Engkau menjaga aku dan janinku. Kita setiap detik bersama. Tak akan pernah ada masa yang lebih baik lebih dari itu.
Dan, Engkau maha kasih, Maha Adil, Maha Bijaksana, apapun yang kau tuliskan untukku adalah yang terbaik. Terpilih dari yang terpilih. Maha penuh cinta. Engkau mengambil kembali apa yang Kau titipkan. Aku hanya bisa beristighfar. Memohon ampunan atas dosaku yang meluas bagai samudera. Tegugu hingga wajahku membiru tak tahu apa yang harus aku lakukan. Apakah merajuk padaMu, mengganggap bahwa Engkau ini kenapa menimpakan hal ini padaku?
Tidak. Tidak, aku tahu. Sepanjang hidupku aku telah membuktikan secara mutlak tak terbantahkan bahwa airmata yang di deraskan dari relung hatiku memiliki arti sebuah syukur dimasa datang. Aku hanya belum sampai disana. Di masa itu.
Kini, aku hanya butuh waktu, untuk merekam bagaimana indahnya Janin dalam kandunganku. Betapa sempurnanya. Betapa pedihnya harus melepasnya dari ketergantunnya padaku. Betapa menyakitkannya melahirkan tanpa bayi yang disusui, yang tak bisa ku peluk, tak bisa kucium. Yang hanya bisa kutemui dalam mimpiku. Yang ku rindukan tangisannya. Tak mampu ku urai dengan kata-kata betapa cinta ini yang lahir dari hati keperempuananku tak berbatas, meluas, tak tertangkap dalam ruang, tak mampu di jadikan satuan. Kehilangan janinku secara tak langsung telah menghilangkan diriku juga. Namun disela isak aku tersadar hidupku tak mungkin berhenti saat dimana justru Engkau memelukku sedemikian erat untuk lebih menegarkanku, memuliakanku.
Aku tahu Engkau berbisik, mengecup mata sembabku dan berkata bahwa aku bisa melewati ini semua, kurasakan tanganMU menjulur pada lubang kesedihanku, memapahku berdiri, mencoba melihat sekelilingku yang juga tak kalah dirundung duka, suamiku.
Yang aku sempat terlupa, bahwa hanya karena aku yang di dera kesakitan ketika melahirkan, hanya karena dalam rahimku janin kami bertumbuh, bukan, sungguh bukan berarti ujian ini milikku sepenuhnya. Bagai menelan duri, duduk diatas sekam bara aku tak mampu melarang pendramatisasian kesedihan karena kesedihanku mengakar dari nurani, tak bisa di rekayasa apalagi dibuat-buat. Dia menyentak-nyentak hatiku, menyempitkan rongga dadaku, mengerahkan seluruh cairan dari mataku. Sungguh, ini hati seorang Ibu yang tak bisa berdusta, merana karena kehilangan bagian dalam dirinya, yang sebenarnya tak pernah jadi miliknya, hanya titipan Tuhan sepenuh-penuhnya.
Kini izinkanlah aku meminta belas kasihMu YaAlloh, untuk menyampaikan pada anak lelakiku bahwa aku ingin percaya bahwa Engkau adalah sebaik2nya penjaga, sebaik2nya perawat, sebaik2nya pendidik, sebaik2nya pengasuh, bahwa kepercayaanku ini adalah awal dari langkahku untuk beranjak dari kubangan dukaku, untuk menatap ke depan, untuk menjadi lebih tegar.
Aku mohon YaAlloh, untuk Kau izinkan suatu hari nanti bahwa aku bisa bertemu anakku, memeluknya, mencium keningnya, izinkanlah suatu hari nanti kami hidup bersama untuk saling mengenal, izinkanlah sebuah ingatan tetap tinggal dalam hatiku bahwa anak lelakiku menanti menunggu aku dan suamiku dalam RumahMu.
Aku mencintai anakku. Sangat mencintainya. Izinkanlah YaAlloh, izinkanlah kami lulus dalam ujian kali ini. Izinkanlah aku dan suamiku berada dalam barisan orang2 yang terpilih yang Engkau kasihi.
Izinkanlah aku untuk menerima kenyataan ini. Izinkanlah aku menjadi AKU yang Engkau kehendaki.
Anakku, Lintang Samudera..
Lahir : 23 Juli 2011
Wafat : 23 Juli 2011.