selamat harimu Ibu
By Cicits - December 22, 2012
Baru-baru ini sebagai seorang ibu, saya menemukan perasaan baru yang hangat menyeruak di dalam hati bahwa sekeras apapun saya berusaha selalu masih jauh dari kurang, seolah-olah mengerahkan seluruh daya upaya di atas bumi dan dibawah langit demi memperjuangkan anak-anak saya tak pernah menjadi cukup.
Sayapun teringat akan ibu saya...
Kemesraan ibu-anak seperti di dalam film, majalah ataupun blog sama sekali bertolak belakang dengan keadaan saya dan ibu. Ada bertahun2 kami tidak saling bertegur sapa, ada saat dimana saya membencinya setengah mati, ibu yang temperamental dan mudah sekali naik pitam membuat saya tak betah dirumah, sebisa mungkin saya menghindarinya dan mencari2 kehidupan saya sendiri, saat itu, saya merasa tumbuh sendirian, karena Ibu sibuk bekerja diluar, juga sibuk bernegosiasi dengan kesedihan dan kelelahannya mengurus kami tanpa dukungan siapapun disampingnya.
Cara mendidik anak2nya membuat saya bersumpah tidak akan menirunya, hidup yang ibu ajarkan demikian keras dan membekas. Hingga tiba saat dimana saya mulai belajar mengambil tanggung jawab, saat saya mulai memiliki penghasilan sendiri, betapa uang di tangan saya bisa saja di belanjakan baju2 bagus, make up, ke salon, karaoke, jalan2, makan di resto2 besar, membeli pengalaman yang tak bisa di belikan keluarga saya sebelumnya, membalas gerutuan saya ketika muda dulu yang tak bisa gaya ikut hang out dengan teman2, having fun to the max kalo kata ABG sekarang, ketawa HAHAHIHI, tapi dibelakang itu semua melupakan kenyataan, bahwa jauh di sebuah rumah yang tak nyaman, seorang Ibu masih bergelung dengan kelelahan mengurus rumah yang mulai di tinggalakan anaknya satu persatu, matanya mungkin lurus menerawang, yang makan hanya seadanya dengan daster lusuh yang tak mau di ganti karena nyaman katanya...
Duhai Ibu... dulu engkau bagai seorang ksatria, bangun pagi buta, pulang stelah gelap dan uang yang kau hasilkan itu, engkau bagi rata untuk anak-anakmu,
"ini.. untuk bayar sekolah, untuk makan kita sehari-hari, sisanya ditabung untuk beli baju lebaran, karena anak perempuan harus kelihatan cantik" itu katamu dulu. tak ku lihat bajumu bertambah, tak ada sepatu baru yang kau punya, bahkan badanmu kurus kering.. duh Gusti...
Perlahan-lahan saya mulai dirasuki cinta tak bersyarat, bahwa ibu yang kerasnya seperti singa itu berhati malaikat, dalam perenungan saya mohon ampun untuk pemberontakan2 yang sengaja saya lakukan di masa muda dulu untuk menyakiti hatinya, bahwa beliau tak punya pilihan selain keras pada anak perempuannya agar kuat mandiri dan tidak cengeng, karena tak ada ibu yang bisa mengantar sekolah, mengajarkan cara memasak, mendengarkan curhatan anak remajanya, tak ada bapak yang bisa membela saat anaknya berselisih, maka 'Lakukan itu oleh dirimu sendiri' itulah pesan yang akhirnya saya tangkap di usianya yang makin senja...
Sungguh, saya masih punya banyak list yang ingin saya lakukan, mengedepankan ego saya dan menyuapi kebahagiaan untuk mulut saya sendiri, tapi apakah seorang perempuan bernama Ibu itu masih mampu menunggu saya kekenyangan melihat diri sendiri? maka, saya masukan kedalam box mimpi2 yang bisa saya beli dari hasil bekerja saya, saya kubur jauh2 untuk waktu yang tak dibatasi, alih-alih saya menelponnya, menyuruhnya berpakaian rapi dan di belakang boncengan saya, kami menyusuri jalanan menuju agent pemberangkatan umroh...
'pergilah melihat dunia lebih dulu, Ibu... pergilah ke Baitullah, kunjungilah makam Rasulullah dan para sahabat, sentuhlah ka'bah, ciumlah hajar aswad, belum mampu aku membiayaimu pergi di musim haji yang harus menunggu sepuluh tahun lagi, mintakanlah ampun untuk anak-anakmu ini, dosa-dosa kami menggunung mengabaikanmu dimasa lalu, berkhusuk mashuk lah bermesraan denganNYA, semoga tiap butiran keringatmu terbalas, tiap airmatamu terbalas, semoga kesabaranmu menjalani hidup ini terbayar lunas, kami tahu ini tak seberapa, tak seujung kukupun mengganti yang telah kau beri pada kami, tapi ini harimu, ibu... giliranmu...'
♥dari cc, uty dan dede♥
Sayapun teringat akan ibu saya...
Kemesraan ibu-anak seperti di dalam film, majalah ataupun blog sama sekali bertolak belakang dengan keadaan saya dan ibu. Ada bertahun2 kami tidak saling bertegur sapa, ada saat dimana saya membencinya setengah mati, ibu yang temperamental dan mudah sekali naik pitam membuat saya tak betah dirumah, sebisa mungkin saya menghindarinya dan mencari2 kehidupan saya sendiri, saat itu, saya merasa tumbuh sendirian, karena Ibu sibuk bekerja diluar, juga sibuk bernegosiasi dengan kesedihan dan kelelahannya mengurus kami tanpa dukungan siapapun disampingnya.
Cara mendidik anak2nya membuat saya bersumpah tidak akan menirunya, hidup yang ibu ajarkan demikian keras dan membekas. Hingga tiba saat dimana saya mulai belajar mengambil tanggung jawab, saat saya mulai memiliki penghasilan sendiri, betapa uang di tangan saya bisa saja di belanjakan baju2 bagus, make up, ke salon, karaoke, jalan2, makan di resto2 besar, membeli pengalaman yang tak bisa di belikan keluarga saya sebelumnya, membalas gerutuan saya ketika muda dulu yang tak bisa gaya ikut hang out dengan teman2, having fun to the max kalo kata ABG sekarang, ketawa HAHAHIHI, tapi dibelakang itu semua melupakan kenyataan, bahwa jauh di sebuah rumah yang tak nyaman, seorang Ibu masih bergelung dengan kelelahan mengurus rumah yang mulai di tinggalakan anaknya satu persatu, matanya mungkin lurus menerawang, yang makan hanya seadanya dengan daster lusuh yang tak mau di ganti karena nyaman katanya...
Duhai Ibu... dulu engkau bagai seorang ksatria, bangun pagi buta, pulang stelah gelap dan uang yang kau hasilkan itu, engkau bagi rata untuk anak-anakmu,
"ini.. untuk bayar sekolah, untuk makan kita sehari-hari, sisanya ditabung untuk beli baju lebaran, karena anak perempuan harus kelihatan cantik" itu katamu dulu. tak ku lihat bajumu bertambah, tak ada sepatu baru yang kau punya, bahkan badanmu kurus kering.. duh Gusti...
Perlahan-lahan saya mulai dirasuki cinta tak bersyarat, bahwa ibu yang kerasnya seperti singa itu berhati malaikat, dalam perenungan saya mohon ampun untuk pemberontakan2 yang sengaja saya lakukan di masa muda dulu untuk menyakiti hatinya, bahwa beliau tak punya pilihan selain keras pada anak perempuannya agar kuat mandiri dan tidak cengeng, karena tak ada ibu yang bisa mengantar sekolah, mengajarkan cara memasak, mendengarkan curhatan anak remajanya, tak ada bapak yang bisa membela saat anaknya berselisih, maka 'Lakukan itu oleh dirimu sendiri' itulah pesan yang akhirnya saya tangkap di usianya yang makin senja...
Sungguh, saya masih punya banyak list yang ingin saya lakukan, mengedepankan ego saya dan menyuapi kebahagiaan untuk mulut saya sendiri, tapi apakah seorang perempuan bernama Ibu itu masih mampu menunggu saya kekenyangan melihat diri sendiri? maka, saya masukan kedalam box mimpi2 yang bisa saya beli dari hasil bekerja saya, saya kubur jauh2 untuk waktu yang tak dibatasi, alih-alih saya menelponnya, menyuruhnya berpakaian rapi dan di belakang boncengan saya, kami menyusuri jalanan menuju agent pemberangkatan umroh...
'pergilah melihat dunia lebih dulu, Ibu... pergilah ke Baitullah, kunjungilah makam Rasulullah dan para sahabat, sentuhlah ka'bah, ciumlah hajar aswad, belum mampu aku membiayaimu pergi di musim haji yang harus menunggu sepuluh tahun lagi, mintakanlah ampun untuk anak-anakmu ini, dosa-dosa kami menggunung mengabaikanmu dimasa lalu, berkhusuk mashuk lah bermesraan denganNYA, semoga tiap butiran keringatmu terbalas, tiap airmatamu terbalas, semoga kesabaranmu menjalani hidup ini terbayar lunas, kami tahu ini tak seberapa, tak seujung kukupun mengganti yang telah kau beri pada kami, tapi ini harimu, ibu... giliranmu...'
♥dari cc, uty dan dede♥
0 comments