SOURCE : www.janetlansbury.com
TIDAK ADA ANAK NAKAL
Anak balita yang sedang "bertingkah" bukanlah hal yang memalukan, juga bukan perilaku yang perlu hukuman.
Biasanya sekedar petunjuk untuk minta perhatian, rungsing karena kurang tidur atau kurangnya ketegasan yang lebih konsisten atas aturan yang di buat oleh orangtuanya.
Balita akan terlihat tarik-ulur dalam menguji kebebasannya untuk berkembang. Dia memiliki dorongan besar untuk melangkah keluar dari batasan/aturan, sementara juga sangat perlu tahu bahwa dia aman dalam kendali orangtuanya.
Tidak perlu mempertanyakan apakah anak-anak membutuhkan disiplin. Sebagai pakar anak, Magda Gerber mengatakan, "Kurangnya disiplin bukanlah kebaikan, itu adalah kelalaian." Kunci untuk disiplin yang sehat dan efektif adalah sikap orangtua sendiri. Masa balita adalah waktu yang tepat untuk mengasah keterampilan orangtua yang akan memberikan kepemimpinan yang jujur, langsung, dan penuh kasih sayang.
Here are some guidelines:
1) Mulailah dengan lingkungan sekitar dan harapan yang realistis. RUTINITAS sehari-hari memungkinkan balita untuk mengantisipasi apa yang diharapkan darinya. Itu adalah awal dari sebuah kedisiplinan. Rumah adalah tempat yang ideal untuk bayi dan balita untuk menghabiskan sebagian besar hari mereka. Anak-anak dalam kondisi sehat dan tercukupi biasanya ceria dan menyenangkan jadi jangan selalu mengharapkan perilaku terbaik mereka saat pergi ke pesta malam hari jalan seharian di mall atau saat hari2 anak sudaH penuh dengan segala aktifitas.
2) Jangan takut, atau mengambil tingkah laku anak sebagai masalah pribadi. Ketika balita bertingkah dalam kelas yang saya pegang, orang tua sering khawatir bahwa anak mereka adalah anak nakal, pengganggu, seorang anak yang agresif atau anak yang hiperaktif. Ketika orang tua memperlihatkan ketakutannya, dapat menyebabkan sang anak menyerap atmosfir negatif, atau setidaknya menangkap ketegangan orang tua, yang seringkali malah memperburuk perilaku tersebut.
Alih-alih menyebutnya "anak nakal", belajarlah dengan melarang acuh tak acuh. Jika anak Anda melempar bola di wajah Anda, cobalah untuk tidak merasa terganggu. Dia melakukannya bukan karena dia tidak menyukai Anda, dan dia bukan anak yang buruk. Dia meminta Anda memberikan batas-batas/aturan sikap yang ia butuhkan yang mungkin tidak/belum ia dapatkan.
3) Merespon dengan santai dan kalem seperti seorang pengusaha. Menemukan nada yang pas untuk mengatur batasan mungkin membutuhkan sedikit latihan. Akhir2 ini saya meminta orangtua membayangkan bahwa diri mereka adalah pemilik perusahaan yang sukses dan anak2 mereka adalah pekerja yang harus di hormati.
Pemilik perusaahaan memperbaiki kesalahan dengan percaya diri, dengan perintah yang efisien. Tidak perlu menggunakan kalimat menyudutkan, yang penuh amarah atau emosional.
Anak-anak harus tahu bahwa kita TIDAK GUGUP dengan perilakunya atau mudah goyah dengan aturan yang sudah di buat. Anak-anak akan lebih nyaman kalau kita, sebagai orangtua, tidak terlalu berlebihan dalam mengontrol. Ceramah, reaksi emosional, pukulan dan hukuman tidak akan memberikan apa yang anak butuhkan, malah akan memberikan keresahan dan rasa malu dalam dirinya.
4) Berbicara dalam bahasa orang pertama. Orang tua sering membiasakan menyebut diri mereka "mama" atau "papa". Masa balita adalah masa menjadi orang pertama yang paling jujur dalam berkomunikasi langsung.
Balita menguji batas-batas untuk memperjelas aturan. Ketika saya mengatakan "Mommy tidak ingin Emma memukul anjing", saya tidak memberikan anak saya keterangan "aku dan dia" secara tepat.
5) Tidak ada waktu "time out". Magda Gerber bertanya dalam aksen Hungaria-nya, "Waktu keluar dari apa? Waktu keluar dari kehidupan? "Magda percaya pada bahasa sederhana yang jujur Dia tidak percaya pada gimmicks seperti 'time-out', terutama untuk mengontrol perilaku anak atau menghukumnya. Jika seorang anak bertingkah dalam situasi umum, anak biasanya menunjukkan dia lelah, kehilangan kontrol atau ingin selesai/pulang. Membawa anak ke mobil untuk pulang, bahkan jika dia menendang dan menjerit, adalah cara lebih terhormat untuk menangani masalah ini. Kadang-kadang anak2 akan mengamuk di rumah dan harus dibawa ke kamarnya untuk melepaskan tangisannya sampai dia mendapatkan kembali kontrol dirinya.
6) Konsekuensi. Seorang balita belajar disiplin terbaik ketika ia mengalami konsekuensi alami untuk perilakunya, bukan hukuman terputus seperti time-out. Jika seorang anak melempar makanan, artinya waktu makan selesai. Jika seorang anak menolak untuk berpakaian, artinya tidak pergi ke taman hari ini. tanggapan orangtua ini akan membuat anak merasakan hal yg adil dari sebab-akibat. Anak mungkin masih bereaksi negatif terhadap konsekuensinya, tetapi ia tidak merasa dimanipulasi atau dipermalukan.
7) Jangan mendisiplinkan anak untuk tidak menangis. Anak-anak membutuhkan aturan untuk membentuk perilaku, tetapi respons emosional mereka atas batasan yang kita buat(atau apa pun dalam hal ini) harus diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Masa-masa menjadi Balita dapat menjadi waktu yang sangat intens, perasaan didalamnya pun saling bertentangan. Anak-anak mungkin perlu untuk mengekspresikan kemarahan, frustrasi, kebingungan, kelelahan dan kekecewaan, terutama jika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan karena ada orangtua menentukan batasan. Seorang anak membutuhkan kebebasan untuk merasa aman mengungkapkan perasaannya tanpa penilaian. Dia mungkin perlu bantal untuk di tinju, berikan...
8) Cinta tanpa syarat. Penarikan sayang kita sebagai bentuk disiplin mengajarkan anak bahwa cinta dan dukungan terhadapnya bisa menguap karena perilaku sesaatnya, sangatlah menyedihkan.
Bagaimana itu bisa menumbuhkan rasa aman? Alfie Kohn dari artikel New York Times "Ketika Orang Tua mengatakan 'Aku cinta kamu' Berarti 'lakukan apa yang kami katakan'," mengeksplorasi kerusakan semacam ini menyebabkan sebagian anak tumbuh untuk membenci, tidak percaya dan tidak suka orang tuanya, merasa bersalah dan malu. Sekali lagi, mencintalah...tanpa syarat.
9) JANGAN PERNAH- memukul.
Memukul adalah tindakan Paling merusak dari semua bentuk hubungan dan kepercayaan. Dan memukul merupakan prediktor perilaku kekerasan. Artikel Majalah Time , "Pengaruh Memukul", oleh Alice menemukan laporan dari sebuah penelitian terbaru: "bukti terkuat bahwa respon jangka pendek anak untuk memukul dapat membuat mereka bertindak lebih lanjut dalam jangka panjang. Dari hampir 2.500 anak-anak dalam penelitian ini, orang-orang yang memukul lebih sering pada usia 3y lebih mungkin menjadi agresif pada usia 5y.
Sengaja menimbulkan rasa sakit pada anak tidak dapat dilakukan dengan cinta. Namun Sayangnya, anak sering belajar untuk menghubungkan keduanya. Memukul agar anak jera atau takut seringkali di lakukan oleh orangtua yang (saat itu) tanpa cinta, kelelahan, amarah, frustasi adalah masalah utama yang mendorong perilaku memukul dari orangtua.
Mencintai anak tidak berarti membuatnya tetap bahagia sepanjang waktu dan menghindari masa-masa melalui aturan dan batasan. Yang paling terasa sulit bagi kita untuk di lakukan ... adalah mengatakan "Tidak" dan benar-benar bermaksud tidak.
Anak-anak kita layak mendapat tanggapan langsung dan jujur dari orangtua sehingga mereka dapat membedakan arti 'benar' dan 'salah', dan mengembangkan disiplin diri yang diperlukan untuk menghormati dan dihormati oleh orang lain. Tujuan dalam disiplin adalah percaya diri dan bahagia dalam tindakan kerjasama, dengan siapapun.
Jangan sampai, justru orangtua yang merusak perkembangan anak-anak mereka. Karena, sejatinya TIDAK ADA ANAK NAKAL.