Aku belum pernah merasa secepat ini, untuk jadi setua ini :D
kadang aku sedikit kebingungan dengan jumlah usiaku, terasa begitu dekat ke angka 40.
Rambutku yang beruban dan banyaknya lompatan spritiual yang terjadi ditahun lalu, membuatku terasa penuh dan matang. Untuk sesaat, aku masih merasa kebingungan dengan perasaan mendewasa ini.
Anakku E, seperti biasa, begitu antusias menyambut hari ulangtahunku, dia adalah satu-satunya manusia yang begitu terpesona pada hari ulangtahun ibunya, semangatnya menyala-nyala, dia mengatakan pada siapapun yang ditemui, dia sangat ingin hari ini berjalan istimewa, dia ingin perayaan, tiup lilin, kado dan kemeriahan. Tapi sayang, anakku harus kecewa karena hari ini ternyata berjalan biasa saja dan oranglain tidak seantusias dirinya. Aku sendiri, kurasa, memang menganggap semua seharusnya berjalan seperti biasa, aku tidak lagi menghitung berapa banyak orang yang mengucapkan selamat atau mengirimkan doa, aku bahkan tidak ingin banyak orang yang tahu, bagiku, kejutan yang sudah dapat diprediksi dari anak dan suamiku di pagi hari, sambil membawa sepotong kue untuk ditiup, dengan hadiah bando dan tas kecil berwarna biru, sudah memenuhi seluruh relung hatiku. Jadi, Jika Eden membaca ini, please remember, you'll always be my amazing present.
Karena hari ulangtahunku bertepatan dengan jadwal membedah buku Scott Peck, aku merasa sub bagian ini berkata-kata nyaris "khusus" padaku. Mungkin, ini adalah hadiah dariNYA untukku, aku ingin merefleksikannya kembali disini.
PENOLAKAN DAN KELAHIRAN KEMBALI
Sub bab ini dibuka dengan kata "kematian adalah hal yang tabu untuk dibicarakan", tapi siapa yang tidak tahu bahwa justru kematian lah yang dapat memberikan makna pada hidup, kematian itu juga menjadi 'rahasia' kearifan terpenting pada agama.
Dalam konteks disiplin yang sedang dibahas oleh Scott Peck, disebutkan bahwa kedisiplinan selanjutnya adalah Disiplin penyeimbangan yaitu pemilahan. Tindakan disiplin ini berarti memaksa kita untuk melakukan pemilahan tentang kebutuhan akan stabilitas dan kebutuhan tentang pengetahuan baru yang lebih besar lagi. Caranya dengan melepaskan diri kita untuk sementara, menyediakan ruang bagi masuknya materi baru dalam diri.
Hal ini yang kurasakan sekarang, aku merasa tidak nyaman dan seperti kehilangan identitasku
Untuk mendapatkan kesadaran yang benar-benar sadar dan matang, aku harus mau menyelami dan menyeimbangkan bias-bias dan juga prasangka-prasangka yang menjadi residu dari pengalaman pribadiku (Jujur, ku akui rasanya memang benar-benar tidak nyaman) usaha keras ini membutuhkan pemahaman diri yang sangat dalam juga kejujuran yang luar biasa, proses ini terjadi berulang dalam hidup namun jarang menetap, karenanya Scott peck menyarankan kita melakukan desentralisasi ego, agar hal-hal yang benar-benar baru dapat berakar.
Rasa sakit dari melakukan disiplin pemilihan ini digambarkan oleh scottpeck sebagai rasa sakit "kematian", rasa sakit kematian adalah rasa sakit kelahiran dan rasa sakit kelahiran adalah rasa sakit kematian. Supaya kita mampu mengembangkan/melahirkan pemahaman baru, maka pemahaman lama harus mati. Kelahiran dan kematian speerti dua sisi mata uang, dimana ada kelahiran maka ada kematian dan sebaliknya. Seneca, 2000 tahun lalu berkata "Sepanjang hidup, seseorang harus terus menerus belajar untuk hidup, dan sepanjang hidup kita harus terus menerus belajar untuk mati" demikian dikatakan bahwa semakin jauh dan panjang perjalanan hidup seseorang berarti semakin banyak penderitaan, dan juga kebahagiaan, kematian dan kelahiran.
Aku jadi merenungi pernyataan diatas, mungkinkah ada kehidupan yang bebas dari "derita emosional kehidupan"?
tidak mungkinkah kita menjalani hidup ini tanpa penderitaan? bukankan setiap hari kita berjuang untuk meninggalkan penderitaan hanya untuk hidup lebih bahagia dan lebih bahagia lagi?
Aku teringat kisah mentorku yang melakukan meditasi selama 10 hari, "Jika penderitaan itu diterima sepenuhnya, maka ia tidak lagi memiliki makna penderitaan", saat meditasi mentorku diharuskan memilih satu sikap awal yang tidak boleh diubah hingga waktunya berakhir, di hari ke-7 beliau baru bisa menerima sakitnya kaki yang terlipat, justru ketika kesakitan itu diterima sepenuhnya, maka rasa sakit itu tidak lagi memiliki maknanya.
Mungkin ini harus dilakukan bertahap, sama seperti rasa sakit yang saat kita semakin besar semakin dapat kita tolerir, kita tidak lagi menangis histeris ketika jatuh tersungkur dengan penguasaan diri dan penerimaan rasa sakit. Saat pertumbuhan priritual kita makin berkembang kita menjelma menjadi orang yang welas asih, dengan kasih sayang dan cinta yang luarbiasa itu, kita akan sampai pada kebahagiaan luar biasa. Jadi, ya, kita sebenarnya benar-benar bisa hidup tanpa derita emosional kehidupan, tapi juga, tidak.
Ini kelanjutannya, untuk orang-orang yang sudah tercerahkan hingga sampai pada level hidup dengan welas asih, mereka telah terlatih untuk hidup dalam disiplin dan penguasaan diri, ini adalah kompetensi diri yang amat besar, kompetensi diri yang bahkan tidak dapat disembunyikan. Dan dunia ini selalu terbuka kekosongan yang harus diisi oleh kompetensi tersebut, maka mereka dipanggil untuk melayani dunia, dan biasanya, karena cintanya, mereka akan menjawab panggilan tersebut. Jadi, tidak, setelah mencapai level terbaikpun, derita emosional kehidupan tidak akan sirna sepenuhnya, karena dengan kekuasaannya mereka harus membuat keputusan. Mengambil beragam keputusan dengan kesadaran penuh dan benar, adalah pekerjaan yang menyakitkan penuh penderitaan.Para pengambil keputusan terbaik adalah orang-orang yang bersedia menanggung derita akibat dari keputusannya, keputusan yang benar dan tegas! ini benar-benar paradoks.
Dalam disiplin keseimbangan ini, Scott Peck juga menjelaskan bahwa kita tidak dapat menyerahkan apa yang belum kita miliki. Kita tidak bisa menyerahkan kemenangan tanpa pernah menang sebelumnya, identitas diri harus ditempa sebelum kita melepaskannya, ego harus dikembangkan sebelum kita kehilangannya, menurutnya menjadi sangat penting karena banyak orang yang ingin bertumbuh secara spiritual tapi tidak memiliki kehendak yang kuat untuk menembus segala badai penderitaan, mencari jalan pintas merasa cukup dengan ke tempat yang sunyi. Banyak orang enggan memulai dari awal untuk mencapai tangga teratas.
Scott Peck dalam bukunya ini seolah bertanya padaku, "Citra, jika tujuan hidupmu adalah menghindar dan lari dari penderitaan, saya tidak akan memberi nasihat kepadamu untuk mencari tingkat kesadaran atau evolusi spritual yang lebih tinggi"
lanjutnya "pertama, Kamu tidak bisa mencapai semua itu tanpa penderitaan. Dan kedua, setelah kamu benar-benar mencapainya kamu mungkin dipanggil untuk melayani dirimu dengan cara-cara yang lebih menyakitkan atau setidaknya menuntutmu lebih dari apa yang kamu bayangkan sekarang"
Sekali lagi, ini benar-benar paradoks :)
***
Terimakasih banyak Allah yang maha kasih dan maha sayang,
Engkau tidak pernah melepas genggaman TanganMU,
menuntun setiap fase dalam hidupku,
Selamat ulangtahun bagiku, tumbuhlah dirimu dalam Kebijakan dan Welas Asih.
#CF
0 comments