AH: BAB 1
Dahsyatnya kekuatan atomic habits
Penulis membuka halaman ini dengan membagikan
kisah luar biasa dari seorang Direktor Performa balap sepeda bernama
Brailsford. Bukan main memang Brailsford itu! Tahun 2003 dia datang untuk
melatih tim British Cycling, kondisi cabang olahraga sepeda professional di
britania raya yang bernasib mengenaskan. Diceritakan total hampir 110 tahun
inggris prestasinya hanya sedang-sedang saja, bahkan tidak pernah memenangkan sekalipun kompetisi
di ajang sepeda bergengsi, Tour De France. Namun lima tahun kemudian, Brailsford
dapat membawa timnya Berjaya di segala ajang kompetisi sepeda, bahkan akhirnya
memenangkan Tour De France selama beberapa tahun berturut-turut.
Apa yang membuat Brailsford begitu berbeda?
Brailsford menyebutnya “Penghimpunan perolehan kecil”. Alih-alih meningkatkan
fasilitas sekaligus atau mencari atlit berbakat dan menyingkirkan yang tidak
berguna (yang tentunya akan memakan biaya yang besar dalam satu tindakan)
Brailsford berfokus pada perubahan kecil, perubahan 1%, segala yang terkait
dengan balap sepeda tidak luput dalam bahan pertimbangannya, ketika diterapkan
bersama-sama hal-hal yang kecil itu, kenaikan yang signifikan akan terjadi, dan
dalam kasus ini, Brailsford memang benar-benar berhasil.
Dilakukan berbagai penyesuaian dan ekfektifitas,
dari sekedar meningkatkan kualitas istirahat yang maksimal dengan mengechek
kondisi tempat tidur, mendesain ulang jok sepeda, meningkatkan daya cengkram
rem, menjaga suhu otot, menganalisa efektifitas jel pijat, mengajari mencuci
tangan yang benar agar tidak mudah terserang flu sampai menjaga performa sepeda
dalam ruang penyimpanan yang minim debu
dengan mengubah catnya. Benar-benar gila!
Aku lantas berpikir, ternyata kita sering gagal
karena kita mengabaikan hal-hal yang kecil, penunjang kehidupan kita, kita
pikir semua orang tahu caranya hidup, karena kita semua memang hidup. Tapi
antara satu manusia dengan manusia lain punya cara pandang dan cara menjalani
hidup yang berbeda-beda, sesuatu yang dianggap penting dan prinsip belum tentu
menjadi penting bagi kelompok yang lain. Tapi, Brailsford mampu melihat
ini, dia melihat bahwa performa satu kelompok yang memiliki tujuan penting
harus di standardkan. Dia tidak mengganti orangnya, dia mengganti
kebiasaannya.
MENGAPA PERUBAHAN KECIL
MENGHASILKAN PERBEDAAN BESAR
Kita memang perlu tahu lebih dahulu mengenai
hal-ikhwal tentang mengapa membangun kebiasaan kecil itu penting. Saat kita
melihat karya orang lain, kita berpikir itu hal yang mudah untuk dilakukan,
tinggal melakukan hal yang sama saja sepertinya dalam langkah besar-besaran,
tapi seringnya kita menjadi tak sabaran dan bergumam; “ini tak mudah, bagaimana
dia bisa melakukannya?” kita sontak merasa terbebani dan enggan melanjutkan
kemenangan yang tidak jelas kapan datangnya itu.
Menurunkan berat badan, menulis buku, membaca
buku dan menarasikannya, melatih kebiasaan baik pada diri sendiri dan anak,
memenangkan pertandingan atau sasaran lainnya, itu sulit. Disinilah penulis
hendak menegaskan kembali mengenai perbaikan 1%nya, ini jauh lebih baik
daripada upaya massive yang dilakukan dengan sembrono. Menyalakan kobaran api
besar justru membutuhkan energi, menyalakan satu lilin setiap hari rasanya
tidak sulit dan tidak terasa upayanya. Penulis ingin membawa kita melihat jauh
ke depan, dalam segi keilmuan matematika, jika perbaikan 1% yang dilakukan
setiap hari akan membawa perbaikan 37% dalam satu tahun, maka ini adalah angka
yang besar. Jumlah yang menjanjikan.
Kebiasaan itu seperti bunga majemuk, kata
penulis. Dia akan melipatgandakan efeknya jika kebiasaan itu terus menerus di
ulang, mau kebiasaan baik atau kebiasaan buruk, mungkin ini adalah hukum
alamnya ya. Masalahnya kita seringkali tidak bisa melihat efeknya secara
instant, ganjarannya tidak otomatis, dia berproses dan mengakumulasi. Ini yang
mengecoh, terutama pada sesuatu yang sifatnya abstrak atau sulit kita amati
langsung. Tanpa kita sadari, sesuatu terus berproses dari keputusan yang
diwujdukan dalam tindakan yang kita ambil dalam keseharian. Karena itu, kita
mudah kembali ke mode lama, kebiasaan yang sudah mengakar yang sayangnya justru
berbasis rasa instant.
Makanan yang tidak sehat memang tidak langsung
menggemukan tubuh dalam sekali telan, malas berolahraga tidak langsung membuat
tubuh ambruk atau rontok, pekerjaan yang ditunda kali ini tidak akan langsung
berbuah kegagalan, tapi jika ini dilakukan setiap hari selama tahunan, proses
bunga majemuk berlaku, kita mendapatkan racun.
Penulispun menceritakan satu fakta menarik
mengenai pesawat terbang, jika ia berpindah dari jalurnya meski hanya bergeser
3,5 derajat, maka pesawat itu akan mendarat di kota yang bukan tujuan awalnya. Begitu
juga perubahan kita dalam kebiasaan akan membawa kita menuju sasaran yang
berbeda. Tak penting seberapa sukses atau seberapa gagal titik permulaan kita,
yang penting apakah kebiasaan-kebiasaan kita menempatkan kita pada jalur menuju
sasaran kesuksesan atau kegagalan?
Membuat pilihan 1% lebih baik, itu baik,
daripada membuat pilihan 1% lebih buruk, membuat pilihan ini dalam keseharian
kesannya biasa saja, tak bermakna, tapi dalam rentang waktu panjang, ini akan
menentukan siapa kita, menjadi ukuran kebiasaan apa yang sudah kita ambil dan
putuskan. Orang-orang yang cermat dalam pengamatannya akan mudah menemukan
kebiasaan apa yang kita ambil.
Saat kita gendut dan sakit-sakitan itu adalah
ukuran dari kebiasaan mengabaikan pola hidup sehat, sedikit atau banyaknya kekayaan
adalah ukuran dari kebiasaan keputusan finansial, Pengetahuan juga merupakan
ukuran kebiasaan belajar yang kita lakukan. Kebiasaan, sesuatu yang kita
ulangi, memberikan kita sesuatu. Tidak penting apakah kebiasaan hari ini sudah
menghasilkan atau belum yang terpenting adalah peduli pada tujuan, dan
kepedulian itu menjadi pengingat untuk tetap setia mengambil keputusan
perbaikan 1% terus menerus sampai kita bisa melihat bahwa tujuan telah
tercapai.
Aku teringat pada perkataan Imam Syafi’i yang
dikutip kembali oleh James Clear dibuku ini, Waktu ibarat pedang, jika engkau
tidak menebasnya, maka ia akan menebasmu. Dan jiwamu, jika tidak kau sibukkan
dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebatilan”. Waktu memperbesar
selisih kesuksesan dan kegagalan, dia akan melipatgandakan apapun input yang
kita berikan, kebiasaan baik menjadikan waktu sebagai sahabat, kebiasaan buruk
menjadikan waktu sebagai musuh.
Sebilah pedang tajam itulah kebiasaan, dia tajam
di dua sisinya, kebiasaan baik akan menempamu, dan kebiasaan buruk akan
menebasmu, dan waktu yang digunakan untuk mengayunkan pedang itu bersiap
melipatgandakan dampak sisi manapun yang digunakan, Sekarang ada sebilah pedang
ditanganmu, kau akan melakukan apa?
SEPERTI APA KEMAJUAN ITU
SESUNGGUHNYA
Penulis mengibaratkan proses perubahan batu es
menjadi cair, it takes time, Dia memakan waktu, ketika suhu berubah naik
sedikit demi sedikit, memang kelihatan tidak ada yang terjadi tapi pada satu
titik, tadaa! Perubahan! Sama halnya seperti kanker yang disebut sebagai silent
killer, dia tidak disadari keberadaannya sampai dia menguasai tubuh hampir
80% (hampir dikatakan invasinya sudah terlalu besar untuk dikalahkan)
Peristiwa besar terjadi. Tapi itu bukan
tiba-tiba. Sebuah terobosan besar terjadi karena telah terhimpun aksi-aksi kecil
yang meningkatkan ketegangan itu. Begitu juga kebiasaan, setelah dia melewati ambang batas kritis dan mampu membuka kenop pintu
performance baru, sebuah tindakan laten yang baru, lahir.
Aku sendiri sering kalah dalam proses pembentukkan
kebiasaan karena tak sabar, karena terlihat menjalani kebiasaan baru dan tidak
menjalaninya pun, sama saja. Sehingga berkali-kali akhirnya kembali kepada
kebiasaan lama. Penulis seolah menasehatiku; “itu sebab kau belum sampai ke
dataran potensi laten, Ci!” memang untuk sampai ke dataran potensi latenpun
butuh iman yang tinggi, percaya bahwa setiap tindakan tidak sia-sia, dan memang
tidak, dia sedang dihimpun, di tabung dan hasilnya hanya ditunda bukan tiada.
Aku harus mengingat point ini dalam kepalaku dengan sungguh-sungguh dan bersiap
sedia jika dorongan menyerah itu datang. Jangan kembali lagi ke Nol, ini bukan isi
ulang pertamina :D
Ketidaksabaran menurutku, bukan hanya sifatku
saja, tidak sabar itu realita dunia, klasik, common, manusiawi. Bahkan sekelas
tim sukses NBA, San Antonio Spurs, mereka terus menerus diingatkan untuk sabar.
Peringatan itu tergantung di ruang ganti mereka, kusalin disini agar aku bisa
terus mengingatnya;
“Ketika apapun terkesan tak ada gunanya, saya
sengaja pergi menyaksikan tukang batu mengayunkan martil ke sebongkah batu
cadas, mungkin sampai seratus kali, tanpa menghasilkan satu retakanpun pada
cadas itu. Namun, pada hantaman yang ke seratus satu kali, cadas itu terbelah
dua, dan saya tahu bukan hantaman terakhir yang menyebabkannya __ melainkan semua
hantaman yang dilakukan sebelumnya” [Jacob Riis]
LUPAKAN SASARAN BERFOKUSLAH
PADA SISTEM
Dibagian sebelumnya kita sebagai pembaca diminta
untuk tidak berfokus pada hasil, tapi mengingat sasaran atau arah tujuan, setelah
kita dicerahkan mengenai bagaimana proses kemajuan dari kebiasaan itu terjadi, kita diminta untuk melupakan
sasaran dan mulai membangun fokus pada sistem.
Bagian ini menurutku sangat masuk akal, tentu
karena mungkin kita semua sudah pernah masuk dalam jebakan berfokus pada
tujuan. Ini sama seperti ungkapan Seize the Day! Live your life to the
fullest, to the max! bahkan ini
mengingatkanku pada sebuah hadist nabi yang mengatakan; “Bekerjalah seolah-olah
engkau akan hidup selamanya, dan beribadahlah seolah-olah engkau akan mati
besok” , tidak perlu memanjangkan angan-angan walau berharap itu tidak berdosa.
Dalam mengatur keseharian, kita butuh sistem.
Cara-cara atau Langkah yang gamblang untuk mengantarkan kita pada hasil yang
kita sasar. Masalah-masalah klasik akan muncul ketika kita hanya berpokus pada
sasaran.
Yang pertama, apakah perbedaan pemenang dan pecundang?
Hasil. Mereka menginginkan hasil yang sama, tapi apa yang berbeda? Cara atau sistemnya.
Yang kedua, meraih sasaran hanya akan
berlangsung sesaat. Tanpa usaha harian, untuk menjaga hasil itu, sasaran akan
berlangsung sebentar. Dengan segera, efek yoyo akan mengembalikan kita ke posisi
semula. Perbaikan tidak terjadi, hasil perbaikan itu hanya efek sementara dari keputusan
impulsive.
Yang ketiga, hasil yang jauh disana tidak
membuat kita menikmati hari ini, seolah-olah rutinitas harian menjadi siksaan
dan beban. “Aku akan Bahagia kalau tubuhku langsing sehat” misalnya :D, ini
akan menyingkirkan kebahagiaan hari ini dengan bentuk tubuhku saat ini, bisa
jadi aku terus membenci diriku yang sekarang, tidak PD dan insecure. Ini menyesatkan
dan berbahaya bagi Kesehatan mental manusia. Aku merefleksikan diriku tentang
hal ini, apakah aku masih mengurung diriku dalam versi kebahagiaan seperti ini?
Kurasa pernah, tapi syukurlah sekarang tidak. Aku merasa bersyukur dan cukup dengan
apa yang ku dapati ada padaku saat ini, aku mencintai proses dalam keseharianku,
tanpa berpanjang angan-angan pada hasil atau target yang kuharapkan. Ah iya,
aku pernah ditanya oleh salah satu sahabatku, “apa target yang ingin kau capai
sampai kau belajar sebegitunya?” aku menjawab, karena aku senang belajar dan
ingin membentuk kebiasaan baik, itu saja. Aku tidak bercita-cita menjadi
seorang trainer atau seorang perempuan sukses, aku tidak lagi membayangkan
benefit yang akan datang padaku, selain kepuasan hari ini karena aku memutuskan
untuk melakukan yang terbaik dari hari-hariku. Bisakah aku dikatakan orang yang
sudah melupakan sasaran? :D
Btw, aku teringat lagi dengan perkataan
Rasulullah; “Sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa atasmu adalah dua hal,
yaitu Panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu”, seolah James Clear mengamini
dan mengingatkan lagi dengan Bahasanya sendiri; Lupakan sasaran, jangan impulsive.
Yang keempat, masalah klasik dari berpokus pada
sasaran adalah kontra dengan kemajuan jangka Panjang. Mungkin ini buku ketiga
yang kulabeli sebagai buku syar’i hehehe… karena nilai-nilai islaminya begitu
terasa, atau karena mungkin ini adalah nilai-nilai kebenaran yang universal? Disini
seolah kita diingatkan kembali untuk hidup dengan benar. Melakukan cara hidup
yang bermakna di setiap hari. Berapa banyak manusia yang bahkan tidak tahu cara
hidup dengan benar? Sehingga butuh reformasi gila-gilaan untuk membuat
perbaikan? Aku jadi teringat buku Emotional Education yang kubaca di bagian
pertama tentang Edukasi, kita tidak mempelajari keterampilan mengatur emosi, emosi
dalam diri kita ada namun diabaikan. Sama seperti silent killer, emosi juga bisa
memporakporandakan kebiasaan hidup seseorang, tapi untunglah dititik manapun
kita memulai, kata James Clear, kita selalu punya kesempatan untuk memperbaiki
hari-hari kita. Lupakan tujuan. Setiap hari adalah tujuan kita, 1% ini.
SISTEM YANG DISEBUT ATOMIC
HABITS
Yah, mungkin langsung saja kusimpulkan, sistem
ini adalah cara untuk membuat kebiasaan kecil, kebiasaan atom itu, kebiasaan 1%
itu. Cara untuk praktik rutin, kecil, mudah dilaksanakan. Perbaiki sistemnya,
dapatkan kebiasaan barunya. Kurasa begitu.