Melatih anakku berfikir

By Cicits - May 24, 2014

Dunia parenting adalah dunia baru bagi saya. Walaupun jauh sebelumnya saya sudah mencoba mengintip kisi-kisi soal parenting tetapi Semakin dalam saya mencari, semakin banyak pula cabang dan ranting ilmu pengetahuan yang satu ini.

Baru bulan depan anak saya akan meniup lilin tahun pertamanya. Tapi perkara mencari sekolah yang tepat sudah saya tekankan (paksakan, lebih tepatnya) pada suami, agar mepersiapkan biaya sekolah di (sebut saja, sekolah A) Sekolah A ini adalah sekolah berbasis agama yang ke masyhuran-nya sudah melegenda, kece berat kalo anak saya bisa sekolah disana! (Padahal saya belum tahu sama sekali kurikulumnya). Lagi-lagi sisi prestige yang bicara.

Kemudian seperti tadi saya bilang, semakin saya mendalami ilmu parenting semakin terbuka lah fikiran saya bahwa sekolah yang baik, tidak harus berbayar mahal (ditambah kasus JIS yang membuat bulu kuduk berdiri!) Perkara mencari sekolah agar mendapatkan pendidikan yang layak ini terus menerus menghentak fikiran saya *jeileh*.
Sampai suatu hari, teman di birthclub mengirimkan saya sebuah ebook berjudul 'Saatnya melatih anakku berfikir' karya Toge Aprilianto.

Awalnya saya beranggapan bahwa, proses berfikir dan menambah ilmu pengetahuan adalah tugas sekolah. Karenanya saya bersikukuh mencari sekolah yang terbaik buat anak saya kelak. Buku ini lah yang kemudian memutar-balikan segalanya. Bahwa proses berfikir dan menambah ilmu bisa di latih oleh orangtua bahkan sejak si anak lahir. Pantaslah seorang penyair Arab berkata 'Al Ummu Madrosatul Ula - Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya'.

Point-point singkat yang saya rangkum dari buku tersebut, diantaranya:

-  Parenting adalah proses mendidik dan mengasuh anak sejak dilahirkan hingga mencapai kedewasaan mental.

Ah, satu ilmu penting yang saya dapat.
Sejak kapan kedewasaan mental harus di didik? 17 tahun menghabiskan waktu di bangku sekolah maupun dirumah, saya tidak pernah di ajarkan soal menata mental. Biasanya tata krama dan sopan santun hanya menjadi 'aturan tak tertulis' yang makin hari, semakin tidak penting untuk di ikuti.

Kedewasaan mental menurut Toge dapat di ukur dari; Kesanggupan mengelola dirinya sendiri, kesanggupan mempelajari hal baru dan kesanggupan terlibat dalam kehidupan sosial.

- Syarat pelaku parenting salah satunya adalah sudah menyelesaikan masa kanak-kanak agar kita tidak terjebak dalam strategi kekanakan ketika berhadapan dengan anak ( kata-kata ini saya renungi dalam-dalam)

-  Tugas utama Parenting adalah fokus pada faktor Fisik (mengajarkan anak kebersihan, kesehatan & Keselamatan), Faktor Kognisi ( kesiapan berfikir sebagai pengendali seluruh perilaku anak kelak), Faktor emosi (kesiapan anak menghadapi situasi emosional dalam hidup yang biasanya melibatkan lingkungan sosialnya)

Ada 9 keterampilan hidup yang dijabarkan oleh Toge sebagai turunan dari tugas utama pengajaran parenting diatas, yaitu ; Memahami dan menghargai diri,
merawat diri, menyelamatkan diri, menghadapi perubahan, menjalin relasi sosial, belajar, memanfaatkan pengetahuan, menghadapi masalah dan menyelesaikannya, lalu yang terakhir, berkarya.

(Pause sejenak, lalu renungkan...  Ternyata banyak banget yang harus diajarkan kepada anak-anak kita yaa...)

Selanjutnya, agar kita tak kehilangan arah dalam proses parenting. Toge memberikan track atau Rute pola asuh-didik, yang sangat bagus untuk di ikuti sesuai usia anak kita :

0-2y (Membangun rutinitas)
Rutinitas ini penting agar anak disiplin.
Sebagai contoh random : Anak saya, M (11mos) sudah punya kebiasaan jam berapa tidur, makan, main dan mandi. Pada saat ada satu hal yang terlewat, secara refleks tubuhnya mengirimkan sinyal protes (biasanya dengan tangisan hehe)

1-3y (Membangun keterampilan memilih)
Ada tiga hal pilihan disini yang bisa dilatih pada anak secara bertahap :
Enak vs tidak enak (ex. masih mau main atau pulang sekarang?)
Enak vs enak ( ice cream atau coklat?)
Tidak enak vs tidak enak (mau mandi sendiri atau mama yang mandikan?)

Biarkan anak memilih salah satu dari pilihan yang disediakan, agar ia belajar menganalisa dan menerima konsekuensi pilihannya tersebut. Bersabarlah untuk menunggu jawaban anak (bukan dengan tergesa-gesa menentukan yang terbaik untuk anak, hanya karena dia masih kecil, bukan berarti dia tidak sanggup berfikir)

2-4y (Membangun keterampilan menawar - Posisi anak sebagai pembeli)
Kenyataan bahwa apa yang kita inginkan selalu ada harganya dapat menjadi esensi pelatihan dasar bagi anak
Contohnya dengan kalimat : "terserah kamu. Kalau mau mendapatkan itu, lakukan ini. Kalau tidak mau ya kamu tidak dapat apa yang kamu inginkan"

3-5y (Membangun keterampilan menawar - anak sebagai penjual)
Misal jika anak ingin jatah menonton TVnya lebih lama di hari weekend. Maka ia bersedia untuk makan dan mandi dengan teratur tanpa di suruh terlebih dulu.

Tapi ingat.. anak-anak itu cerdas, jangan sampai perbuatan baiknya (yang sudah ia lakukan) di kompensasikan dengan keinginannya. Karenanya, proses penawaran ini hanya berlaku setelah kedua pihak saling menyepakati.

4-6y ( membangun keterampilan berdagang, win-win transaction)
Anak harus dihadapi kenyataan bahwa keinginannya kerap akan berbenturan dengan kepentingan orang lain. Karenanya perlu dilakukan kesepakatan yang tidak akan merugikan orang lain, anak dilatih agar mau berkompromi dengan keadaan yang garis besarnya, jika ia ingin mendapatkan apa yang dia mau, dia harus mau bersabar mendahulukan proses orang lain (misal, mama harus ke supermarket dulu, baru bisa beli mainan) atau melakukan usaha atau pengorbanan ( setiap mencuci satu piring artinya 1000 rupiah akan diberi untuk menabung beli sepeda yang dia inginkan, dll.)

5-7y (membangun keterampilan untuk memperjuangkan keinginannya)
Pada tahap ini biasanya anak akan mulai mahir berdagang. Dimana ia mengerti semua yang ia inginkan selalu mungkin di dapatkan bila dia mampu memenuhi syarat yang menyertainya.  

6-8y (membangun keterampilan menghadapi resiko/akibat)
Membiasakan meminta 'penjelasan' atas perbuatannya akan mebuatnya mengerti tentang konsep sebab akibat. Tujuannya agar anak mengerti dan terbiasa mengapa ia melakukan hal itu dan untuk apa ia melakukannya. Hal ini akan membentuk sikap rasional pada diri anak agar tidak semata mengikuti emosinya saja. kebiasaan bersikap rasional adalah dasar pembentukan sikap bertanggung jawab.

7-9y (membangun keterampilan menghadapi resiko dan mencari solusi)
Setelah anak-anak terbiasa dipapar oleh akibat, anak akan bersikap lebih hati-hati. Bisa dengan bertanya apa yang akan dihadapinya jika dia begini atau begitu. Hal yang penting adalah anak jangan sampai takut menghadapi resiko atau menyerahkan dirinya pada nasib. Faktor emosi menghadapi resiko harus di kelola oleh anak agar ia siap menghadapi resiko dari pilihannya.

8-10y (membangun keterampilan membangun solusi)
Jika di rute sebelumnya, anak bisa bertanya pada kita mengenai resiko yang mungkin timbul. Di usia ini anak sudah bisa di ajak diskusi untuk bersama-sama mengamati dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan dari pilihan dan resikonya. Gunakan kata kunci 'menurutmu, bagaimana?'

9-11y (membangun keterampilan memeriksa solusi)
Tahapan ini adalah tahapan transisi dimana orangtua yang menggunakan pola asuh-didik menjadi pola pendamping dan konsultan. Diharapkan di usia ini (kira2 lulus SD) anak sudah mahir mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan resiko.

10-12y (membangun keterampilan mengatur strategi)
Pada usia ini anak akhirnya akan menyadari bahwa semua arah hidupnya akan bergantung dari pilihan yang ia ambil beserta resiko yang mengikutinya. Istilahnya, anak akan menyadari bahwa dia mampu meletakan kebahagiaan di atas tangannya sendiri (dari pilihan2 yang ia ambil) bukan mengharap dari orang lain agar memberi atau mengerti perasaannya atau menuruti semua keinginannya bak Raja atau Ratu.

11-13y ( pola asuh didik sudah selesai, berganti pendampingan)
Diusia ini anak diupayakan telah mampu menjadi pribadi yang mandiri. Biasanya diusia ini anak mulai membuat keputusan2nya sendiri, mulai menguji jati dirinya, orangtua yang telah membekali keterampilan hidup diatas, cukup berperan sebagai konsultan yang siap memberi masukan bila diperlukan.

Adapun orangtua yang belum mempersiapkan anaknya secara mandiri di tahap ini akan sedikit kesulitan karena anak kehilangan jati diri sehingga proses pencarian jati dirinya akan melibatkan banyak orang, bagian buruknya, jika proses mencari jati diri ini bisa merusak masa depan si anak dan orang lain di sekitarnya ( sex bebas, narkoba atau sebab yg ditimbulkan dari orangtua yang terlalu overprotective).

Nah, berat ternyata tugas parenting itu yak?

Berat karena sebagai orangtua kita ingin memberikan segala yang terbaik untuk mereka. Bahkan segala usaha dan penderitaan jika boleh biarlah diri ini yang menanggungnya. Tapi efek yang ditimbulkan dari cinta buta terhadap anak ternyata jauh lebih menyakitkan dari sekedar kesedihan yang di derita anak ketika ia menerima resiko atas perbuatannya yang tidak baik.

Rangkuman diatas tentu hanya saya ambil secara garis besar saja. Untuk lebih lengkap dan dalam, bisa langsung membaca buku tersebut. Saya merekomendasi buku ini u tuk dibaca setiap orangtua.

Semoga apa yang saya tulis bermanfaat dan sesuai dengan arah tujuan dari buku yang di tulis Pak Toge.

Jadi, sekali lagi betul ya... Al Ummu madrosatul ulla... idzaa a'adtaha a'dadta sya'ban khoiril 'irq..
Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Jika ia dipersiapkan dengan baik sama dengan mempersiapkan bangsa yang berakar kebaikan.

-CF-

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Pra & Pasca IFT healing

Allah sangat menyayangiku, Ia selalu mengiyakan doa yang kuminta agar aku menjadi orang yang pandai bersyukur. Satu demi satu, Ia membantu m...