Air tuba

By Cicits - November 30, 2014

Satu jam setengah sudah aku berdiri mematung di balik pintu yang tertutup. Desau angin perlahan menelusup ke tubuhku, menyentuh hatiku yang ngilu. Aku masih tak mampu bergerak, jantungku memompa oksigen lebih berat dari biasanya. Aku fikir sebentar lagi aku mati, atau setengah hatiku berharap bumi di bawah pijakan kakiku membelah dan menelanku hidup-hidup di dalamnya.

Tapi tak terjadi apa-apa. Pintu yang tertutup itu mulai meneror halusinasiku, merangkai kisahnya sendiri, ku rasakan mataku mulai berpendar, setitik bulir air mata pecah tanpa bisa ku tahan. Dan sebagai lelaki aku berada dalam titik nadir paling rendah. Di khianati. Kini tengah ku saksikan dengan mata kepalaku sendiri.

Bip. Hp ku bergetar. Satu pesan masuk
'Jemput aku di tempat biasa ya'

Jemariku yang bergetar, seketika membalas dengan kata-kata paling singkat 'ya'

Ku seret kaki ku yang gontai dengan tergesa dan terpaksa, tenagaku seperti terkuras, bahkan butuh beberapa kali untukku bisa menyalakan kendaraan 'sial!' Rutukku berkali-kali.

Sampai dibalik kemudi, aku tak mampu lagi menahan beratnya dadaku memikul kenyataan ini. Aku menangis terisak-isak, Seperti anak kecil. Bahkan jika anakku melihatku menangis, aku bersumpah tak akan berhenti sampai menguap seluruh rasa perih yang mencekat tenggorokanku.

Apa yang bisa ku lakukan sekarang? Harga diriku telah di letakkan di alas kaki wanita yang sangat aku cintai selama ini. Melebihi apapun. Lebih dari siapapun.

Sore ini sebenarnya aku berencana kerja lembur. Hitung-hitung mencari uang tambahan. Aku selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Apapun yang dia minta.
Termasuk keinginannya kemarin sore, tas tangan sederhana berwarna coklat yang tak lepas dari pandangannya saat kami berkunjung, dengan senyumnya yang menawan dia selalu berkata 'aku tahu diri kok, mas. Nanti kalau ada uang lebih saja' ucapnya lembut.

Hari ini aku berniat membeli tas itu sebagai kejutan. Untuk wanita paling pengertian yang aku cintai dengan sepenuh hatiku. Tapi langkahku mundur karena ada dia.. dengan seorang lelaki lain, yang melingkarkan tangannya mesra di pundaknya.

'Lagi dimana, yang?' Aku mengetik bbm perlahan mencoba menyembunyikan keterkejutanku.

'Di tempat kerja, mas. Tapi lagi dinas luar, nanti kalau sudah selesai, aku minta jemput ya' balasnya dengan cepat. Jemarinya ringan mengetik di sela-sela canda tawa mesranya dengan lelaki yang entah siapa.

Lalu kebodohanku memanggilku mengikutinya, membuntuti mereka sampai menuju sebuah ruangan di balik pintu yang tertutup. 322. Hanya setan alas yang tahu apa yang mereka perbuat dibaliknya. Tinggalah aku yang di pecundangi nasib, dipermainkan takdir, dipermalukan mentah-mentah. Apa yang lebih menyakitkan daripadi hati laki2 yang di khianati?

Monolog fikiran, tangis dan ingus sialan yang mendominasi diriku membawa kesadaranku. Menjemputnya di tempat biasa. Apa yang akan aku katakan saat aku bertemu dengannya? Bukankah aku selalu mampu menghadirkan wajah terbaik di hadapannya? Haruskah aku berkata jujur tentang carut marutnya perasaanku? Apakah aku si gila bodoh yang masih memikirkan bagaimana cara terbaik menghadapinya? Masihkah ada cinta setelah semua yang telah terjadi? Puluhan bagaimana dan ratusan kenapa terus pontang-panting dalam fikiranku. Baru kali ini, rasanya aku ingin mati ketika akan melihat wajahnya.

Tak lama, aku pun tiba. Ku hapus airmata terakhirku. Aku menarik nafas panjang, kupejamkan mataku. Ku kumpulkan kekuatanku untuk menatap wajahnya. Bagaimanapun aku laki-laki. Besertalah padaku kekuatan dan ketabahan.

'Papa! Papaaa!' Anakku melonjak kegirangan disamping ibunya. Melambaikan tangannya, pesawat mainannya masih ia genggam di sela jemarinya.

Ku kuatkan hatiku. Melangkah.

'Papa kenapa, kok diam aja?' Aku masih mengumpulkan kekuatan untuk menatap sepasang mata ibunya.

'Papa kenapa sih, ma?'

Dua meter di hadapannya. Aku kehilangan kekuatanku. Di tempatnya berdiri, di sebuah ruang tunggu tempat bermain anak, masih banyak orang di sekelilingnya.

Ku hempaskan...

Seluruh tubuhku..

Berlutut di kedua kaki istriku. Istri sahku. Memohon ampun atas kebohongan yang ia tak pernah tahu. Ku lakoni satu tahun terakhir. Berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Yang ku anggap lebih segala-galanya.

Merasakan apa yang akan di rasakan istriku membuatku takut dan ngeri. Apa yang lebih menyakitkan daripada hati laki2 yang di khianati? Hati seorang istri, yang telah menjaga kehormatannya demi suami, namun di khianati.

Hari ini kejahatanku telah dibayar tunai. Ku cium kaki istriku dan aku siap menebus dosaku.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Bedug

Berkali-kali flightku di batalkan karena asap menghalangi jarak pandang pesawat yang hendak take off. Baru sekali ini di antara puluhan kali...