Cinta romantis menimbulkan ilusi bahwa jatuh cinta akan berlangsung selamanya. Mungkin bersumber dari budaya yang berasal dari dongeng dan cerita peri sejak kanak-kanak "and they are live happily ever after"...
[Sastra klasik telah didangkalkan oleh dongeng versi Disney, pernahkah kita membaca versi aslinya, misal tentang kisah putri duyung misterius yang penuh pergulatan menjadi Ariel gadis duyung galau yang haus kasih sayang?]
Akhirnya cinta romantis memberikan kita keyakinan bahwa setiap "pria muda" memiliki "perempuan muda" yang diciptakan untuk satu sama lain. Saat kita bertemu dengan "pasangan" kita, pengakuan itu datang lewat perasaan jatuh cinta "He is the one", Dia begitu sempurna, serasi, dapat memuaskan seluruh kebutuhan masing-masing, dalam penyatuan yang sempurna.
Tapi akhirnya semua itu mau tidak mau berlalu (Mungkin kerja hormon atau paradox dari hal-hal baru?), kita mulai kehilangan cinta itu, kemudian sering menyalahkan "hal-hal yang bisa ditunjuk sebagai penyebabnya", kita memberi kesimpulan "oh ini bukan cinta sejati" pilihannya seolah hanyalah hidup bahagia selamanya atau berpisah, tidak terlihat jalan lain, atau setidaknya konseling dalam mempertahankan pernikahan bagaikan merekatkan lagi gelas yang retak, bisa bersatu kembali tapi cinta itu sudah bukan dalam bentuk yang murni lagi. Cinta yang sudah tiada artinya selalu dianggap akhir dari kisah cinta.
Kebenaran universal agung tentang cinta memang terwujud dalam proses jatuh cinta tersebut, cinta pada dasarnya memang setulus, selembut dan seindah itu. namun mitos cinta [harus selalu] romantis itu adalah kebohongan yang mengerikan. Jutaan orang membuang energi banyak sekali secara mati-matian dengan sia-sia dalam upaya mereka mewujudkan mitos romantis itu, bahkan hingga membuat Scott Peck sebagai psikiater, menangis menerima client pasangan suami istri yang berjibaku dengan perasaan cinta sebagai salah satu mitos romantis, ada yang merendahkan diri hingga mau melakukan apa saja, ada yang merepresi perasaan karena menganggap penerimaan tanpa akhir [bahasa cinta yang berbeda-beda] adalah salah satu bingkai cinta romantis, ada yang terus menerus merasa melakukan kesalahan dan menganggap oranglain bisa menjadi pasangan yang lebih baik.
Ketika suami istri sudah mengakui bahwa kami tidak lagi saling mencintai (dalam konteks cinta romantis) namun tetap bertahan dan mengkompromikan kehidupan, kita bertindak dengan kekuatan kehendak seolah-olah kita mencintainya [menghargainya?] maka mungkin cinta yang romantis akan kembali ke kehidupan kita.
Dalam sebuah hubungan pernikahan, ketika jubah perasaan yang menghalangi clearnya padangan tentang diri seseorang tersingkap, kita kelimpungan. Merasa seolah-olah dia bukan orang yang kita kenal, dulu semuanya nampak indah, awalnya terasa sangat menyenangkan, Padahal kita masih tetap orang yang sama dan pasangan juga merupakan individu yang sama, ketika kita melihat dengan mata terang benderang tanpa efek "cinta" lagi, sebenarnya disitulah kerja cinta dimulai. Mencintai dengan kesadaran, menerima bahwa manusia tidak mungkin sesempurna yang kita harapkan dan kita bekerjasama pada titik itu untuk saling mendukung pertumbuhan masing-masing, menjadi teman hidup sejat
Kita harus menegakkan jarak psikologis, Dalam terapi, pasangan belajar melakukan penerimaan sejati atas individualitas serta perbedaan yang merupakan satu-satunya landasan bagi pernikahan yang dewasa dan tempat berkembangnya cinta yang sesungguhnya.
Dalam diskusi buku ini, kami [yang kesemuanya perempuan] membahas soal aktivitas cinta dalam pernikahan, dari senyum malu-malu sampai tertawa terbahak-bahak karena menganggap hal ini agak tabu dibicarakan, soal seks. Para istri yang kelelahan, mengeluhkan kerja berat tersebut. Aku pernah membaca tulisan dari seorang influencer bernama Miund, bahwa sejatinya kita hanya perlu merubah sudut pandang tentang "itu". Scott Peck mengatakan bahwa jatuh cinta hampir selalu disertai dengan dorongan seks, Kenapa setelah ada dalam wadah pernikahan dimana akses tanpa batas untuk itu malah diabaikan dan terlebih dijadikan sebagai beban?
Itulah kompleksnya wanita, mereka butuh perasaan nyaman, aman dan dicintai. Pekerjaan mengurus rumah tangga dari waktu ke waktu, melahirkan dan membesarkan anak-anak, sedikit kesempatan bersolek dan mengurus diri, ikut memikirkan kondisi ekonomi atau malah suami yang tidak bekerjasama dalam mengurus semuanya membuat hasrat itu jatuh hingga ke titik nol.
karenanya, kata temanku pada suaminya, Everything you did good is foreplay. So, man.. why not? Laki-laki, menurut Chairil Anwar, jatuh cinta pada dua sosok: yang pertama yang ada di dalam daya khayalnya, yang kedua adalah pada sosok yang belum tentu terlahir ke bumi. Hahaha.
Kita menyadari ini; jatuh cinta itu bukanlah cinta. Perasaan cinta yang berlangsung selamanya itu hanyalah ilusi. Tidak perduli engkau mengganti pasanganmu berkali-kali, perasaan cinta itu tidak bisa selamanya tersedia, Kita hanya perlu menerima realita bahwa mitos cinta romantis itu berbahaya dan untuk selamat, kita harus berjalan berlawanan arah darinya, rambu-rambu tentang mitos cinta ini sudah selayaknya kita sampaikan pada anak-anak kita.