7. Why doesnt Alex wont to be my friend anymore?
Berbeda dengan pertanyaan sebelumnya (q.6, bolehkah aku main?) Pertanyaan yg ini lebih menyedihkan ketika kita dengar pertama kali (atau yg ke-10kali pun).
Lydia dan Tom sedang makan malam bersama ketika anaknya, Adam (usia 7½) sambil matanya berkaca-kaca hampir menangis bertanya pd orangtuanya "kenapa sekarang chris ga ngebolehin aku main bola sama dia lagi?"
Lydia dan Tom merasa terkejut, karena adam dan chris sudah berteman sejak mereka TK dan rasa2nya mereka sangat akur dan akrab.
'Kamu berantem sama chris?" Tanya Ayahnya.. Adam menggeleng ga yakin
"Aku ga tahu, dia cuma bilang kalo dia mrah sama aku"
Lydia menawarkan bantuan" apa kamu mau ibu ngomong sm ibunya chris?" Berharap dia bisa membantu persoalan anaknya.
"Jangaaan buuu.. aku kaya anak kecil aja. Jangan bilang siapa2 ya bu"
Sulit mempercayai bahwa anak2 telah mengalami pengalaman susahnya bersosialiasi di usia yang masih sangat muda. Tapi memang demikian banyaknya pertanyaan seperti ini dari orangtua yg di survey (saat membuat buku ini) Adam bukan satu2nya, dan bukan hanya kita orangtua yang tidak yakin harus bagaimana, ketika anak mengalami hal ini.
Uncovering the Meaning
Bersamaan dengan banyaknya hal positive dalam berteman, anak2 juga kadang menguji kepribadiannya yang tidak selalu positif.
Psikolog menemukan, beberapa anak menggunakan hubunga pertemanan sebagai cara mengekspresikan perilaku yang di contohkan di dalam keluarga mereka. Sebagai contoh, jika anak memiliki orang tua atau kakak yg lebih tua yang bossy (suka menyuruh) dan suka mengkritik/mencela, maka dia akan mengikuti gayanya. Apalagi, jika si anak merasa di bully, di abaikan, di cela dalam keluarganya, kemungkinan dia akan menggunakan kesempatan dalam lingkungan pertemanannya untuk menjadi pembuli, jadi jahat atau mengeluarkan tekanan2 untuk membalikan perasan tidak berdaya yang ia rasakan di rumah.
Bukan berarti anak2 yang dia pilih menjadi target, harus memaklumi perilakunya. Untuk masalah ini, tdk selalu baik membiarkan anak2 mengatasi masalah sulitnya bersosialisasi sendiri, walopun jika dia memaksa. Ketika anak2 di bully atau di cela, anK2 tidak menyadari bahwa orang dewasa perlu turun tangan. Ketika hal ini terjadi, respon terbaik adalah bicara kepada gurunya atau konselor sekolah, tapi bukan kepada orangtua si anak pembuli. Hal ini karena orangtua si anak boleh jadi akan membela diri dan situasi bukannya membaik, malah bertambah buruk.
(Sisi lainnya, jika kita di beritahu bahwa anak kita memperlakukan temannya dengan buruk, tidak dalam kepentingan anak untuk menjadi defensif, mengajarkan kepada anak2 untuk memperlakukan orang lain dengan hormat jauh lebih penting daripada membela perbuatannya yang salah)
Bagaimanapun, bullying bukalah satu2nya alasan anak tidak mau berteman, bisa juga karena hal sederhana bahwa pertemanan berubah seiring mereka bertumbuh besar dan kesukaan mereka berubah..contohnya pertemanan anak2 TK yang di budidayakan dan di pelihara oleh orangtua, kemungkinan tidak berlanjut ketika anak2 sekolah SD. Walopun satu anak ingin tetap berteman, yang lainnya belum tentu sama.
Kelas baru atau sekolah baru memiliki potensi pertemanan baru sehingga membuat pertemanan lama tidak lagi menarik. Apalagi jika anak2 mulai memiliki ketertarikan yang sama di olahraga, games atau hobinya.
Saya juga belajar bertahun-tahun dan melalui berbagai macam pertemanan dari ketiga anak, bahwa todays enemy can be tomorrow's best friend. Dan tentu saja vice versa.
Ketika saya khawatir, bersedih bahwa anak saya sangat kebingungan atas persahabatannya yg hilang. Ternyata Pertengkaran mereka telah selesai dan mereka berteman kembali. Kadang anak2 cepat2 membereskan masalah mereka dan segera berbaikan. Kadang2 jauh lebih baik dr yang orang dewasa lakukan.
Anak2 kecil, pada umumnya, tidak mendendam, saya harap kita memiliki filosopi yang sama seperti mereka.
Tambahannya, saya belajar, lewat anak2 saya dan melalui pekerjaan, ketika bertengkar (bukan soal bully) jangan pernah, sekalipun, menimpakan kesalahan kepada anak lain. Semarah apapun anak kita, akan selalu ada dua sisi cerita. Selama awal2 tahun2 sekolah di SD mereka masih belum bisa menceritakan sesuatu dengan akurat,ini tidak akan jadi lebih benar. Kita akan menolong anak2 kita tumbuh sebagai seseorang dan kita akan memelihara persahabatan dengan orangtua anak2 ini, ingatlah selalu hal ini. Saya sekarang tahu untuk menyikapi perasaan marah saya dengan mengambil sikap "tunggu dan lihat". Akhirnya, Saya bisa tidur lebih baik selama bertahun-tahun untuk melewati proses itu.
The Best Way to Respond
Sebelum menawarkan solusi, tanya kan kepada anak2 pertanyaan berikut ini (sesuaikan dengan kondisi anda) :
. Sudah berapa lama chris nyuekin kamu?
. Apa yang terjadi antara kamu dan chris sebelum dia marah dan ninggalin kamu?
. Sudah pernah coba ngomong sama chris atau minta bantuan guru?
. Apakah ada orang lain yang ninggalin kamu atau jahat sama kamu?
. Dengan siapa kamu makan siang dan main saat jam istirahat tadi?
Pertanyaan ini akan memberi kita gambaran apakah situasinya baru terjadi atau telah lama terjadi.
Kita akan dapat gambaran apakah anak kita telah mencoba mencari solusi ataukah ini hanya masalah anak kita secara sepihak. Pertanyaan terakhir juga penting, karena akan memberi info spesifik apakah anak2 masih memiliki teman lain dalam melewati masa2 ini. Kemungkinan anak tidak akan mengkomunikasikan hal ini sampai kita bertanya spesifik. Jangan bertanya kpd anak apakah dia mau kita bantu untuk bicara pada guru atau orang lain mengenai hal ini. Jika kita menilai bahwa itu telah berlangsung terlalu lama atau telah menjadi masalah yang signifikan, katakan padanya bahwa kita akan berbicara dengan guru.
Jika anak menjadi marah seperti Adam tadi, katakan padanya versi seperti ini :
"Tidak baik jika anak2 jahat kepada anak lainnya. Dan kadang2 di perlukan orang dewasa untuk memperbaiki. Ibu tahu kamu bisa menyelesaikan masalah ini sendiri, tapi Chris mebutuhkan orang dewasa untuk menolongnya melihat bahwa bullying sama sekali tidak bisa di terima"
Tapi jika kitapercaya bahwa ini hanya perdebatan yg sementara atau anak2 bisa menyelesaikannya sendiri, atau intervensi kita hanya sebatas memberikan nasihat, maka biarkan anak2 melakukannya sendiri.
Kapanpun, penting bagi anak untuk tahu bahwa kita percaya pada kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri dan mereka mampu melihat dirinya bisa. Ingatka pada mereka bahwa setiap orang memiliki pendapat masing2 dan bukan berarti hal itu membuat putusnya persahabatan. Dorong anak untuk berani bicara pada temannya, tak perduli seberapa marahnya kita, tahan diri untuk melawan anak lain. Ini tidak akan membantu anak kita memecahkan masalah dan jika ternyata anak2 berbaikan, anak akan ingat bahwa kita mengatakan hal negative tentang temannya.