Kincir angin
Sejenak di hiruk pikuknya kerumunan orang-orang, Ernest menangkap sepasang mata yang sangat familiar. Tapi mata itu segera berpaling, seperti risih karena terbiasa di tatap oleh mata lelaki, tetapi sudut kerling matanya masih menatap dirinya sembunyi-sembunyi. Ah, mungkin dia juga sedang berusaha mengingatku, hatinya membatin pelan, tapi siapa sih yang masih mengingatku disini.
Langkah panjangnya mengantarkan ia duduk di sebuah kantin, tak banyak perubahan, denah sekolah yang masih sama membuatnya tak ragu menyusuri setiap ruangan hingga mengantarkan ia duduk di tempatnya sekarang.
Setelah mengambil satu botol teh dingin dan mencoba menikmati gigitan pertama goreng pisang, ernest bergeser dengan tergesa, saat bangku kayu memanjang itu kedatangan tamu baru.
"Saus?" Tawar wanita di sebelahnya, sambil menyodorkan sebotol saus merah yang desas-desusnya bahkan tidak dibuat dari satu biji cabai-pun.
Ernest tersenyum dalam hatinya merasakan kelegaan karena wanita yang sedari tadi di pandangi juga masih megenalinya, bukan hanya itu, bahkan masih mengingat kebiasaannya menikmati pisang goreng dengan saus penuh di atasnya.
"Cari angin?" Ernest menjauhkan botol saus, makan sepotong pisang goreng saja sudah pelanggaran untuk pola hidup sehatnya apalagi di tambah saus jadi-jadian.
Raya mengambil karet gelang kotor di atas meja dan mengikat rambutnya yang panjang terurai "betul, panas banget disana. Ga tahan"
"Kebanjiran perhatian" Ernest menyimpulkan "Bintang sekolah yang kembali. Piala-pialamu saja masih mendominasi di aula. Sepertinya belum ada rekor penghasil piala terbanyak lagi setelah.. hmm.." ernest mengangkat jemarinya "19 tahun"
"Sejujurnya, it feel soo good, mendapatkan kembali perhatian dan pujian-pujian" Raya menimpali dengan cepat, dengan senyum yang dibuat-buat.
(Di banding hinaan dan cacian yang aku terima hampir 10 tahun terakhir ini. Batin Raya.)
"Hei gimana hidup kamu, sekarang? Kamu keliatan.. hmm oke dan lumayan" sekelebat Raya menangkap kilasan masa lalu, Raya si populer yang berteman dengan Ernest si Aneh, yang waktu itu.. jujur saja.. karena rasa kasihan
"Hidupku biasa saja.. just common people"
(Sebenarnya aku sedang jenuh sekarang, Batin ernest)
"Hmm, kamu nganter anak ke sini?" Raya memecah jeda di antara mereka setelah masing-masing sibuk dengan fikirannya
"No. Aku anter keponakan. Kamu?"
"Anter anakku!" Raya mengucapkannya dengan sumringah "biasa.. kawin muda" lanjutnya sambil cengengesan
(Dan sialnya setelah kawin muda dan punya anak. Aku di tinggalkan begitu saja)
"Kamu sudah menikah?"
Ernest menggelang dan dengan sumringah berkata "biasa.. belum laku"
"Orang jelek memang susah lakunya ya" wajah Raya polos saat mengatakannya dan hal itu berhasil membuat Ernest terbahak-bahak
"Tapi bagus lah buat kamu. Menikah itu complicated"
(Apalagi kalau menikahi bajingan. Tambahnya dalam hati)
"Complicated? Bukankah setengah problem hidup sudah selesai saat orang cantik di lahirkan"
"Ya.. itu kalau orang cantiknya ga bloon bisa di tipu " jawab Raya, keceplosan
"Karena masalah orang cantik setengahnya sudah teratasi jadi Tuhan kasih kapasitas otak orang cantik juga setengahnya ya" balas Ernest di ikuti gelak tawa Raya
"Bagaimana rasanya?"
"Rasa apa?" Kata Ernest memastikan
"Rasanya tak di anggap. Tadi aku lihat kamu berkali-kali di salip di antrian dan di cuekin petugas pendaftaran" Raya menyeruput es jeruk manisnya pelan-pelan, mencoba menghindari tatapan Ernest
"Sejujurnya, rasanya menyenangkan"
(Daripada di kelilingi oleh orang-orang penjilat dan bermuka dua seperti sekarang, ernest menambahkan, dalam hati)
Mereka tertawa bersama, senang rasanya singgah sebentar membicarakan masa lalu untuk melanjutkan hidup di masa datang.
Sebenarnya mereka tak perlu bersusah payah berbasa-basi.
Facebook telah mengatakan segalanya,
Bagaimana Ernest, seorang laki-laki hitam kurus berambut ikal, yang dulu selalu duduk di pojok kelas, menerima ledekan dan cibiran karena aneh dan tidak bergaul, kini menjadi seorang pimpinan perusahaan besar. Kekayaannya tidak berbanding lurus dengan penampilannya yang selalu sederhana.
Facebook juga bercerita, bagaimana Raya, wanita berambut lurus dengan mata bening seperti permata, hidup dalam neraka dunia, jika tidak di caci karena di anggap merebut suami orang, dia di maki karena membuat suami orang mengejar-ngejar cintanya. Nasib Janda kembang yang berkolerasi dengan keanehan kenapa selalu laki-laki milik orang lain yang mendekat padanya.
Mereka hampir tak pernah menyapa di wall, namun seperti jutaan orang lainnya, mereka saling mengamati status orang-orang di lingkungan mereka.
"Well, aku harus pergi duluan. Kamu tahu kemana menghubungiku, kan? Inbox fesbuk!" Kata Ernest menggoda, supirnya baru saja memarkirkan mobil BMWNya
Raya merasakan ironi bagaimana laki-laki berkaos tipis dengan sendal jepit yang bahkan pemiliknya berjalan canggung kini hidup di atas angin. Mungkin melebihi nasib para pembulinya di kelas dulu.
Sementara Raya, yang.. ah.. bahkan pialanya berjejer di aula. Hidup dengan tekanan batin yang tiada habisnya. Sambil memantik api dan menyulut sebatang rokok di bibirnya, lagi-lagi Raya tergelak mentertawakan nasib yang berpindah tangan dan memutar balik seperti kincir angin. Dengan cepat dan mudah. Siapa yang menyangka?
Baru saja dia merangkai nasehat untuk anak gadisnya, jangan menilai terlalu cepat tentang nasib seseorang, karena Jika Tuhan berkehendak, dia akan merubah dan membuatmu tak bisa mengangkat muka di depan orang yang kamu hina, pun sebaliknya, memuji jangan gila-gilaan, yang dipuji jangan menerima gila-gilaan supaya tidak berakhir gila seperti hidupnya sekarang.
Tiba-tiba anaknya muncul "Mam.. ini sekolahan baruku jangan merokok dong" anak gadis raya tiba sambil menuntun motor butut di sebelahnya "pulang naik apa nih kita? Mogok terus!"
Raya tergelak, sungguh ironi!
0 comments