Selamat Wisuda Noor Saharani!

By Cicits - June 06, 2015

Aku sudah menulis dua paragraf. Ku baca ulang, lalu..
ah! Ini tak bagus.
Ku tekan tombol delete.

Sudah 3x ku lakukan. Bolak-balik.

"Sebenarnya kamu mau nulis, apa sih?" Suara bergema di dalam fikiranku.

Hatiku menjawab pelan "aku masih ragu, gimana ya.. sulit sekali menulis hal-hal pribadi seperti ini"

"Tulis saja lah! Jangan terlalu banyak pertimbangan" suara itu memantul lagi

"Masalahnya, aku ga menemukan kalimat yang tepat,
Tapi aku ingin sekali menulis soal ini. Soal adikku. Adikku yang baru saja menjadi sarjana" pekik hatiku agak girang sekaligus sedikit terusik, merasa suara di kepala tidak begitu pengertian, kurang bersabar.

"Bukan cuma adikmu saja yg jadi sarjana, orang lain sudah banyak. Apa bedanya sih?"

'Ah, begitu ya? Tapi ini beda"

"Apa bedanya? Coba tulis!" Kata suara di kepala memerintahkan jemari

Adikku... masih lima tahun saat itu. Dia bungsu, kedua kakak perempuannya masih terlalu asik main sendiri.

*kursor berkelap-kelip*

"Kok ga di lanjutkan?" Suara bergema lagi

"Inilah yang kubilang sulit, lagipula bisa sabar sedikt ga sih?" Hati agak sensitif sampai sini

"Aku ingin menulis soal adikku" hatiku bermonolog. "Tapi mulai dari mana, supaya tdk terlihat cengeng apalagi pamer"

Aku menarik diri dari meja kecil untuk membuat sedikit jarak dengan laptop. Ku ketukan jemariku di atas meja, suara dalam fikiran menunggu,

"Dia adik kecilku. Aku menyayanginya karena aku tahu betapa hidupnya jauh lebih sulit sejak saat pertama ia membuka mata di dunia ini. Tapi dia anak yang sangat kuat dan pengertian"

Suara di kepala bergeming,

"Bayangkan, di usia yang masih sangat kecil, ibu harus meninggalkan dia bekerja, sementara aku dan adikku yg lain sedang asyik-asyiknya bermain. Kami kekurangan waktu untuk diri kami sendiri, apalagi jika harus di tambah mengurus adik bungsu"

Sampai sini, suara dalam hatiku terasa ngilu. Dan bagusnya, suara di kepala tidak mengatakan apa-apa..

"Dia anak kecil yang sangat lucu dengan rambut ikalnya yang panjang, tapi dia juga telah membuatku terisak-isak tentang cerita nya, di antaranya pernah mengisi perut laparnya hanya dengan segelas air putih saat dia masih berusia 5-6tahun, karena tak ada sesuatu yang bisa di telan meski ia menggenggam uang jajan yang di wanti2 Ibu untuk membeli makanan"

Suara masih diam, mendengarkan...

"Perjuangannya tak lepas dari itu, karena kondisi keluarga kami, dimana kekurangan dan kesedihan tumpang tindih, adikku tumbuh dengan rasa percaya diri yang amat minim. Dia merasa, dia tidak layak mendapat yang terbaik, sehingga sering menempatkan dirinya di sudut paling tertutup"

"Lalu?" Suara berbunyi lagi, hendak menjaga agar aku tak berhenti berdialog dengannya

"Adikku membangun dinding dalam hatinya. Tapi aku bisa melihat melalui jendela matanya, bahwa dia berusaha keras untuk melawan rasa takutnya dan kegugupannya  tak banyak yang bisa aku lakukan untuknya hanya sekedar nasihat dan kata-kata yang entah ada artinya atau tidak"

Mataku menerawang, aku mencari posisi yang lebih nyaman, sambil memandang layar laptop yang kosong, belum di isi satu hurufpun.. seolah semuanya hanya menumpuk berkejaran dalam fikiran dan hatiku

"Dan hari ini dia wisuda" suara di kepala memberi penegasan. Tentang dialog-dialog yang tengah ia dan hati lakukan.

"Dan hari ini dia wisuda, betul" hatiku mengulang. "Aku melihat dia memekik lega sambil tersenyum lebar. Dia memakai toga dan bahasa tubuhnya bebas seolah tak ada satu bebanpun mengikat jiwanya. Dia telah berjuang dengan sangat keras, ibuku telah menjadi saksi bagaimana adikku berangkat pagi hari ke tempatnya bekerja, malam berangkat kuliah dan dini hari harus segera bangun untuk mengerjakan tugas dan mengerjakan ketertinggalannya. Karena dia lah, dirinya sendiri yang harus bergerak melakukannya, karena orangtua kami terlalu jauh kesanggupannya untuk mengantarkan kami ke bangku kuliah, bahkan di antara banyaknya tragedi dan peristiwa yang terjadi di dalam keluarga kami, rasa-rasanya adalah keajaiban bahwa kami bisa mengenyam bangku sekolah, yang saat itu masih mahal harganya"

Suara di kepala terdiam, rupanya asyik mendengarkan hati bicara panjang lebar

"Jadi, bagiku, ini bukanlah hanya sekedar menjadi sarjana dan memakai toga. Ini adalah sebuah kelegaan sekaligus momentum keharuan, seorang gadis kecil berambut ikal panjang kini telah menjelma menjadi seorang gadis dewasa. Yang telah berjuang habis-habisan dan menaklukan ketakutan dalam dirinya. Dan perasaan yang menyeruak di dadaku ini adalah rasa bangga yang tak terukur besarnya"

Suara di kepala terdengar setuju saat ini

"Dan alasanku sulit menuliskannya adalah aku tak mau menjual kalimat ini untuk menukarnya dengan empati orang lain. Karena perasaanku dan keluargaku hanya aku yang bisa memahaminya, betapa leganya saat kita akhirnya mampu sampai pada tumpuan satu-satunya,  berharap pada janji Alloh, bahwa yang berilmu akan naik derajatnya. Karena lama,  cukup lama sudah kami berkubang pada penderitaan dan tumpuan kami saat itu, hanya itu, pada JanjiNya, yang Ia tak akan ingkari"

"Karena itu, aku tak ingin adikku lupa. Bahwa ini bukanlah akhir segalanya, bahwa ia akan tetap menjadi pejuang dalam kehidupannya, tetap menjadi adikku yang tekun menjalani cita-citanya dan aku sungguh berharap bahwa Alloh senantiasa bersamanya, menjaganya dan melindunginya dan memilihkan yang terbaik baginya"

Suara di kepala nyaris senyap, setelah ada jeda lumayan lama, ia muncul kembali

"Coba tuliskan!" Perintahnya kepada jemari, sontak aku mendekat lagi ke laptop.

Ku tatap layar putih kosong di hadapanku, saat hatiku berkata, "What happen in your mind, stay in mind"

Tak di sangka, suara di kepala setuju, ia memerintahkan jemari menekan tombol Shut down. Tak lama laptop pun menutup dan masuk ke dalam laci.

Aku bergegas beranjak ke luar kamar dan menatap layar televisi. Hati dan fikiranku sudah menyatu kembali "tak perlu kau katakan apa-apa juga, adikmu pasti tahu kau bangga!"

Cikarang, 6 Juni 2015
*Untuk Adikku Noor Saharani, maapkan kakakmu yang rumit ini walau hanya sekedar mencari cara untuk mengatakan:
"I am proud of you, little sis. Selamat wisuda ya.

 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Pra & Pasca IFT healing

Allah sangat menyayangiku, Ia selalu mengiyakan doa yang kuminta agar aku menjadi orang yang pandai bersyukur. Satu demi satu, Ia membantu m...