Teduh dan Runi

By Cicits - June 05, 2015

"Kang, aku mah ga pede ih tinggal di daerah sini, sumpaaaah"

Runi menghempaskan tubuhnya di sofa berbentuk replika jemari besar berwarna merah maroon di sebelah Teduh, suaminya. Satu kresek hitam besar berisi sayur mayur menyembul, belum sempet di letakan di dapur.

"Emang kenapa gituh?" Teduh membalikan halaman koran, berusaha membagi konsentrasi antara berita bola dan curhatan istrinya

"Ih, Kakang mah pura2 ga nyadar! Emang kalo keluar rumah matanya ga lihat2 jalan?"

"Ya liat-liat atuh, kalo ga liat, nabrak!"

Runi cemberut lalu terdengar langkah buru2 sambil membawa kresek dengan sembarangan hingga timbul suara gemerisik yang tak nyaman. Ada yang ngambek.

"Pelan-pelan atuh neng, nanti Aluna bangun kakang jadi ga konsen baca korannya. Kan kamu mau masak. Susah tau neng ngasuh anak bayi sambil baca koran teh butuh kemampuan khusus"

Ihhh! Bola muluk! Dengus Runi sambil mengupas bawang merah dan memotong tempe dengan tenaga tambahan yang agak berlebihan

Tekanan mental itu berawal dari kepindahan Runi menyusul suaminya yang lebih dulu tinggal menyewa sebuah rumah dan bekerja di kota Semarang. Suaminya bekerja sebagai seorang project coordinator yang membidangi landscape arsitektur, kali ini project akan berlangsung lebih lama dan karena Runi lelah berlama-lama hidup dengan status Long Distance Marriage, maka setelah melahirkan anak pertama mereka, Runi pun melepaskan karirnya yang juga sebagai landscape arsitek di kota hujan.

Tapi tidak ada yang tahu.
Bahwa ibu muda berusia pertengahan dua puluh itu di tempat asalnya adalah seorang wanita energik, luwes, cerdas, humoris dan yang paling penting, menyenangkan. Itulah kenapa Teduh, sang laki-laki putih tinggi berdarah sunda, yang tutur katanya lembut dengan paras wajah yang seperti namanya, tak bisa berpaling. 5 tahun di kampus, 3 tahun LDR dan 2 tahun menikah, Runi masih perempuan yang sama seperti yang ia kenal dulu.

Tapi kan tetangga di sini, ga ada yang tahu dulu-dulu.
Taunya ya sekarang!
Taunya istri Teduh adalah perempuan yang agak kekar-untuk ukuran wanita, kulit sawo matang (lebih cocok kalo di bilang coklat eksotis) dan tidak fashionable!
Rupanya para tetangga telah berekspektasi, menebak-nebak mirip supermodel yang mana yaa istrinya bapak Teduh pranadja ini, dan lewat kasak-kusuk saat acara ramah tamah bulan kemarin, kelihatan kalau pemirsa kecewa.

Masih bersungut-sungut, mengomel kecil dengan suara khasnya, kakang mentertawakan kelakuan Runi di dapur

"Kenapa sih emang, neng? Kita ga pernah masalahin beginian loh"  Tiba-tiba kakang sudah berdiri di sebelah kulkas, korannya sudah terlipat rapi dan mimik wajahnya agak dibuat-buat serius.

Runi tahu, laki-laki ini mana bisa begitu, Runi jatuh cinta padanya juga karena kakang super santai dan lucu. Bukan karena karisma dan ketampanannya. Eh itu juga sih. Mata mana bisa berdusta.

Runi tersenyum simpul sambil mencemplungkan beberapa potong tempe ke penggorengan lalu mencuci tangannya di wastafel dan setelah asal2an mengelap,  menarik suaminya ke ruang tengah dimana kaca seukuran pintu terpasang, cukup untuk merefleksikan bayangan mereka berdua

"Makanyaa.. kulit kakang nih jangan putih-putih doong" mereka sudah berbaris di depan kaca, mematut diri mereka di sana.

Teduh melangkah mendekat ke kaca, sambil pura2 mengamati tiap lekuk tubuhnya, dia pun berseru

"Ini adalah ciptaan dari Alloh yang maha sempurna, neng! Subhanalloooh" seloroh Teduh, narsis sekali.

Runi pun tergelak geli, giliran dia yang maju ke depan
"Hmm.. kulit coklat eksotis" ia menggumam

Mundur selangkah, berputar di depan kaca
"Hidung kurang mancung, ya kang?"

Teduh menimpali dengan cepat "minimalis"
!"

"Okay, minimalis is not bad" Runi kembali menjauhi kaca dan berpose layaknya model menaruh lengannya di pinggang

"Badan agak kekar, no problem! Penampilan boleh kekar tapi hati luar biasa tegar, ya kang?"

"Iya dong, neng harus tegar punya suami kakang mah, kan kakang kece badai!"

Mereka pun kemudian tertawa terbahak sejenak sebelum mengecilkan suara menjadi pekikan tertahan takut nona kecil terbangun dari tidurnya.

Sedetik kemudian mereka sudah duduk melantai, saat suasana hati mencair itulah biasanya Runi dengan tenang bisa mencurahkan perasaannya bagai air yang mengalir

"Tadi aku ketemu Bu Ira di minimarket, kakang kenal khan? Yang rumahnya di perempatan gang warna coklat"

"Ohh Bu RT?"

"Kok Bu RT sih kang, bukan bu RT.. tapi yg bening dan kinclong itu loh kang, yang kalo pake apa aja keliatan pantesss gitu kang, yang fashionnya update terus. Mana pake jilbab, putih, cantik, kereeen"

"Stop neng. Kakang tau, lebih tau juga kakang kalii. Bu RT dia, merukunkan tetangga lewat kemampuannya membeli baju bari jeung ngajakin ibu2 shopping mulu"

"Hoo pantesan ya kang.. semua ibu2 di sini stylish semua sih. Bikin rendah diri jadinya. Gaya kok kompak"

Mata Runi menyelidik "kok, kakang tau banyak sih? Jangan2 kakang seneng juga ya liat yg bening-bening. Ya aku mah apa atuh da... kulit aja sawo. Kematengan!"

"Suudzon!" Teduh mencubit hidung Runi

"Etapi aku serius, kang" Runi menggenggam tangan teduh "kalo kakang mau aku begitu, aku mau bertransformasi kaya gitu ah"

"..."

"Kan, katanya menyenangkan pandangan suami itu berpahala"

"...."

"Kan, aku jadi ga takut kalah saing jd pemandangan buat kakang sama ibu2 sekomplek sini, kaaang. Ngeri banget kang, coba tadi ada kakang liat, aku maluuu banget papasan sama Bu Ira, dia masuk market pas aku keluar, ya ampun kang.. kalo ada kamera di zoom..  bener deh.. bagai majikan dan pembantu kang"

Teduh cekikikan, sambil mencomot sejumput ujung kaos yang dipakai istrinya "iya juga sih kalo gayanya begini"

"Ih, kakang! Bikin tambah ga pede aja. Aku balik aja atuh kang ke Bogor kalo begini maah"

"...."

"Kang, ih kok ga dengerin?"

"Ada yang salam di depan rumah, tuh" Teduh mengintip dari jendela "kamu serius banget sih neng sampe ga denger ada tamu. Dia pasti cari kamu, tuh"

"Kok, aku?"

"Keliatannya ada orang yang ninggalin belanjaannya di minimarket gara2 kalah tampil" sambil mesem2 teduh berlalu masuk ke dalam ruang keluarga dan kembali membuka korannya

---

2 menit kemudian,

"Mbak seruni kalo perlu rumah permanen untuk tinggal dan udah cocok daerah sini, beli aja rumahku, mbak.. aku ndak kasih mahal sama tetangga. Yang penting masalah rumah bisa tuntas secepatnya"

"..."

"Mbak Seruni tolong pastikan sama suaminya ya.. kemarin katanya si mas udah sempet nawarin ke mas Teduh.
Aku sudah ga tahan, mbak. Mbak Seruni pasti udah tau dari mas Teduh khan?"

Sambil menerima satu plastik besar putih isi belanjaan, Runi agak canggung dengan ekspresi Bu Ira yang menyorotkan kekosongan. Pakaian yang membungkus tubuhnya begitu elok di pandang dan keharumannya bahkan menyerbak seketika di ruang tamu, runi terpaku menatap teras tempat sendal berhak kecil bermotif garis2 seperti pelangi, milik tamunya.

Saat terdengar Aluna menangis, Bu Ira segera pamit dan Runi setengah berlari ke kamar untuk menyusui, ternyata kakang sedang menimang Aluna yang terlelap kembali di dekapannya. Teduh bicara sambil berbisik

"Mereka mau bercerai, Bu Ira yang menggugat karena suaminya ketahuan selingkuh" Teduh menjelaskan, sepertinya tadi matanya mengarah ke koran tapi kupingnya tertinggal di ruang tamu dan hatinya tau betul bahwa istrinya menunggu penjelasan

"Tapi kenapa? Bu Ira khan cantik dan.. stylish" Bisik Runi perlahan seperti bicara dengan diri sendiri, hatinya amat prihatin

"Karena kecantikan dan penampilan bukan segalanya"  kata teduh sambil meraih kepala Runi ke dalam pelukannya sambil tetap menimang Aluna

"Karena berhias tak akan pernah cukup jika di luar, tapi akan selalu bertambah jika di dalam" Tambah teduh dengan damai

lalu berteriak

"EHHH.. BAU HANGUSS apaaaah ini? Bukannya neng lagi goreng tempe tadiiii?"

Pecah sudah kedamaian yang baru saja tercipta, tergantikan keributan Runi yang tunggang langgang menuju dapur di iringi tangisan bayi kecil yang kaget mendengar suara bariton bapaknya!












  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Pra & Pasca IFT healing

Allah sangat menyayangiku, Ia selalu mengiyakan doa yang kuminta agar aku menjadi orang yang pandai bersyukur. Satu demi satu, Ia membantu m...