Menggenapkan perjalanan
By Cicits - October 06, 2011
Saya ga punya alasan untuk menunda menyelesaikan kuliah. Tapi saat ini saya tidak bisa menyelesaikan tahap akhir untuk menuntaskannya, Skripsi. Atau Thesis kami menyebutnya di kampus. Entah kenapa saya juga bingung. Rasanya ini tidak termasuk kedalam sifat saya yang optimis *ejiyeehh* :D
Rasa-rasanya saya harus mengurai nih kekusutan fikiran supaya saya bisa menutup the black hole dalam otak saya.
Oke, pertama. Alasan kenapa saya kuliah dulu. Kenapa saya yang sudah lima tahun lamanya bekerja sejak lulus SMA, memutuskan untuk kembali ke sekolah. Dulu, saya ingin sekali bisa mengambil kesempatan untuk bisa kuliah di Universitas Diponegoro – Purwokerto, untuk mengambil Hubungan internasional, supaya bisa bekerja di kedutaan besar. Satu langkah lagi, hanya tinggal menandatangani surat izin orangtua, tapi Bapak saya menolak. Entah apa alasan tepatnya, tapi sejak awal saya tahu dia tidak akan mendukung keinginan saya itu, apalagi Ibu. Terlebih masa-masa itu sedemikian sulit untuk keluarga kami. Jadi, dengan airmata berlinang-linang, hilanglah kesempatan itu.Saya sejak kecil lumayan berprestasi. Sejak sekolah dasar saya selalu mendapat peringkat di kelas, aktif disetiap perlombaan kesenian, saya sering mendapat beasiswa hingga kenyataan saya tidak bisa melanjutkan kuliah pun seperti menusuk sekali hati remaja saya. Pilihan lainnya bekerja membantu perekonimian keluarga, mengambil alih tugas ibu sebagai single parent yang fighting untuk kehidupan tiga putrinya. Lalu saya bekerja hampir 5 perusahaan dalam kurun waktu 4 tahunan, pindah kesana – kemari, saya banyak belajar, mulai dari perusahaan dengan atasan Perancis, Taiwan hingga Korea. Disana, di universitas kehidupan saya telah belajar amat banyak, melebihi dari apa yang saya harapkan. Saya yang remaja dan belum tahu betapa kerasnya dunia harus berjuang melawan banyak ketakutan-ketakutan. Tapi saya selalu bersyukur, dimanapun saya berada, selalu ada orang baik yang mengelilingi saya.
Sampai saya pindah keperusahaan yang ke enam. Perusahaan yang sampai saat ini masih menjadi tempat saya mencari rezeki. Saya mendaftar kuliah di Universitas internasional, saat itu lima tahun sudah saya tidak berkutat dengan buku pelajaran. Saya belajar banyak mengenai theory *yang kesemuanya seperti sudah saya pelajari di dunia kerja* bahkan ada beberapa yang menurut saya tidak terlalu penting juga untuk dipelajari, hahahaa *toyor kepala sendiri*, disini, saya jarang belajar, saya mengerjakan tugas setengah-setengah, sedikit mendapat nilai A, bahkan saya pernah menjadi satu-satunya mahasiswi yang mendapatkan nilai E, hingga harus mengulang dengan seluruh perjuangan. Kenapa saya begitu, saya punya alasan. Yang sebenarnya alasan ini terlalu di legalkan demi membenarkan apa yang saya lakukan. Saya bekerja dengan perjuangan lebih karena saya harus menghasilkan uang ekstra supaya kuliah saya tetap berjalan, saya memilih fokus pada pekerjaan, karena pekerjaan saya masih menanggung biaya rumah Ibu dan adik-adik saya dan kuliah saya juga. Saya akui, saya memang setengah-setengah menjalani kuliah. Jauh didalam hati saya (tanpa bermaksud menyombongkan diri) saya seperti sudah banyak belajar, karena saya banyak membaca buku, hal yang tidak pernah saya tinggalkan sejak saya kecil. Buku jendela pengetahuan. Jendela dunia.
Saya adalah satu-satunya cucu dari nenek saya yang menyelesaikan SMU pertama kali dan dari dua keluarga besar yang kuliah. Keluarga kami bukan berangkat dari yang tidak mampu, hanya saja kesadaran akan pendidikan begitu amat rendah.Pada saat masa perkuliahan berlangsung saya menikah dengan Hubby. Laki-laki yang penyayang dan bertanggung jawab yang segala yang ada dalam dirinya melebihi ekspektasi saya. Pelan-pelan dia membuat saya lebih menikmati kehidupan ini, tanpa harus di dera tekanan beban yang telah begitu lama menempel di pundak saya. Saya hampir tak lagi merasa kekurangan. Dia memberikan segalanya.
Hingga, rasanya saya tidak punya dorongan lagi untuk menuntaskan perjalanan kuliah saya. Hingga rasanya saya menunggu saat genting nanti saja, karena toh masih banyak yang belum lulus. Tapi saya juga mengakui bahwa jauh di dalam hati saya menyelesaikan kuliah ini adalah sesuatu yang amat besar artinya hingga fikiran saya rasanya diserap habis. Saya toh berbeda, saya seorang ibu rumah tangga yang suatu hari harus hamil dan mengurus anak-anak kami. Kenapa saya menunda setelah perjalanan yang jauh, panjang dan melelahkan itu? Apakah saya sedang beristirahat atau saya memang pemalas yang sudah terlanjur menikmati apa yang sudah saya miliki hari ini.
Saya saat ini seperti melihat diri saya dalam cermin besar. Dia adalah seorang perempuan yang cerdas dan tangguh. Dia hanya kebingungan. Dia kehilangan arah. Dan dia kembali diingatkan tentang alasannya kuliah; Adalah menyisakan sebuah nama di kampung yang senang bergosip itu, mengangkat derajat keluarganya yang hanya tinggal kepingan.
Adalah menginspirasikan adik-adik dan semua keluarga, bahwa kemiskinan bisa berubah melalui pendidikan, bahwa Alloh SWT memegang janjinya, ‘ku tinggikan derajat mereka yang berilmu’
Adalah pemenuhan terhadap janji, bagi hati seorang remajanya yang terluka dulu. Bahwa, suatu hari yang mereka alami di luar sana, kelak akan kau cicipi juga.
Inilah saatnya, pelan-pelan saja lakukan, berjalan lah dengan penuh pengharapan dan kesabaran. Fokuslah pada tujuan, dan segera saya akan menyadari, satu perjalanan saya hampir selesai, saya hampir sampai...
0 comments