04 Ramadhan
By Cicits - August 04, 2011
04 Ramadhan
Alhamdulillah.
Sejak awal Ramadhan ini saya merasa memasak dengan sepenuh hati :), ya Alhamdulillah ujian yang saya alami kemarin, Subhanallah mampu memberikan banyak sudut pandang positive dalam kehidupan. Tak ada lain selain ucapan terimakasih kepada Illahi Rabb yang Maha Mulia.
Sebelum menikah saya bener-bener ga bisa masak, masak mie instan pun gagal :( Sementara Mama in law expert banget mengolah apapun di dapur, mungkin mama itu Masterchef terbaik yang saya kenal, jadilah saya agak down karena sudah pasti Hubby terbiasa dengan makanan rasa terbaiknya (masakan rumah). Buat saya sendiri tak ada yang lebih baik dari rasa masakan yang Ibu buat dirumah, selalu ngangenin.
Jadilah ketika sekarang saya menjadi 'Ibu' di keluarga kecil kami, kelak saya lah yang akan menciptakan rasa masakan yang dikangeni oleh Hubby dan anak-anak kami nanti. Tapi apa daya ga bisa masak.. :D
Dengan segala perjuangan, sebentar2 telpon Ibu tanya resep ini itu, buka2 tabloid sampe googling di internet dan download resep untuk setahun, saya pun memulai perjuangan di dapur, dari mulai ngehapalin mana ketumbar, mana lada yang mana kemiri, cara memotong, masang suhu api, dan mengira-ngira tingkat kematangan, akhirnya.. Alhamdulillah, lulus juga saya memasak lauk-lauk dasar :)
kategori lulusnya, simple, kalo hubby mau makan dan ngehabisin lalu kadang-kadang di request lagi, Alhamdulillah, Good Sign. Kadang kecenderungan masak saya lebih pro ke dapur Ibu daripada Mama, seandainya masih ada waktu buat nanya2 ke Mama resep masakannya semua untuk ngobatin kekangenan Hubby masakan rumahnya, sayang Mama sudah berpulang ke pelukan Alloh SWT :(
Sebenarnya sejak Ramadhan tahun kemarin saya juga sudah memasak buat Hubby, bedanya, kali ini saya lebih 'sepenuh hati'..
Bahwa memasak dirumah bukan sekedar kewajiban seorang Istri/Ibu, bukan hanya agar ada makanan yang terhidang di meja makan ketika waktu makan tiba. Tapi ternyata ada tanggung jawab besar di balik amanah menjadi seorang Ibu dalam konteks menyediakan makanan
Saat ujian kemarin, hampir sebagian besar diagnosa Dokter mengarah kepada apa yang saya makan, kemungkinan Virus itu masuk dari masakan yang kebersihannya tidak terjaga, sayuran yang di cuci tidak bersih, dan entah kengerian apa lagi dibalik makanan yang saya beli di luaran.
Astaghfirullah kelalaian yang seperti itu kemarin mungkin menjadi salah satu dari sebagian penyebab saya harus kehilangan janin yang saya kandung.
Segera kemudian, sudut pandang saya tentang makanan berubah 180 derajat, makanan favorit saya pun kini sanggup saya tinggalkan tanpa banyak kompromi atau berfikir 'sedikit sih gpp' , saya menelan kepahitan dengan selalu menuruti apa saja yang saya suka tanpa memikirkan efek panjang dari apa yang saya makan. Saya juga kini sangat berhati-hati dalam memilih masakan yang disajikan didalam rumah, saya mencuci semua sayur mayur dan lauk dengan lebih seksama, saya juga harus memperhatikan komposisi kandungan vitamin, protein dan karbohidrat didalamnya, demi menjaga kesehatan Hubby, sebagai kepala keluarga, tanggung jawab Hubby begitu berat, besar dan berlangsung sepanjang masa, saya harus siap menyediakan yang terbaik, mengingatkan yang terbaik untuknya, Hubby harus selalu sehat lahir dan bathinnya, begitu juga untuk anak-anak kami kelak, tak boleh yang lain, kecuali yang sehat dan yang terbaik.
Slogan random yang saya baca entah dimana, kamu adalah apa yang kamu makan, tak terbantahkan kebenarannya setelah saya melalui ujian lalu, Alhamdulillah, saya bersyukur, Alloh selalu memberi hikmah di atas setiap kejadian yang saya alami.
Saya akan lebih sepenuh hati lagi untuk belajar memasak, untuk keluarga saya. Rumah, apapun isi didalamnya, selalu yang terbaik dibanding apa yang di tawarkan dunia luar. Itu mutlak.
0 comments