Mengajarkan Ibadah pada anak

By Cicits - April 17, 2015

Intro :

17.04.15

Hy mommies,

Jumat mubarok!
Kali ini ada artikel mengenai ibadah dan cara mengajarkannya pada anak-anak.
Silahkan di baca pelan-pelan sambil di resapi hingga tuntas. Semoga memberi banyak pelajaran dan nasihat kepada kita sebagai para orangtuam

Semoga menginspirasi!

-------------------------
Disclaimer :
1. Artikel berikut bisa di temukan di bentuk forum parenting lainnya. Artikel ini disebarkan dengan sumber yang disebutkan dengan tujuan berbagi informasi berharga.
2. Artikel berikut bisa jadi belum cocok untuk kondisi masing-masing keluarga namun memahami isi materi dengan baik bisa jadi sangat berguna di kemudian hari.
3. Dipersilahkan menyebarkan artikel dengan menyebutkan sumbernya.
4. Silahkan menyimpan artikel atau bisa mengunjungi blog Kijar
5. Di persilahkan untuk berkomentar dan bertanya atas isi materi untuk di diskusikan bersama-sama dengan bahasa yang hangat dan santun.

---------------------------

SOURCE : www.ourlittlenotes.wordpress.com

Resume Materi Mengajarkan Rutinitas Ibadah pada Anak
AKU (Akademi Keluarga) Mustawa 1 – Parenting Nabawiyyah & HSMN Depok
Narasumber: Ust. Iwan Setiawan
Tanggal: 1 April 2015

Bismillaahi rahmaani rahiim,

Kita ingin berkeluarga bukan hanya di dunia, namun hingga ke syurgaNya. Jalan untuk mencapainya ialah dengan beribadah kepada Allah.

URGENSI IBADAH

Ibadah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya:“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu” (QS. Adz Dzariyat: 56Allah menurunkan rasul-rasulNya untuk menyeru manusia agar beribadah kepadaNya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”…” Allah menurunkan wahyu kepada manusia agar manusia beribadah kepadaNya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” QS.Al Anbiya: 25

Begitu agungnya nilai ibadah. Ibadah merupakan tujuan penciptaan manusia, diturunkannya para rasul, dan diturunkannya wahyu. Oleh karena itu, mengajarkan ibadah merupakan hal yang sanagat penting, karena anak-anak pun diciptakan untuk beribadah kepada Rabbnya.  

DEFINISI IBADAH

Secara bahasa, ibadah berarti menundukkan diri dan menghinakan diri.

Berdasarkan definisi tsb, maka esensi ibadah ialah untuk menundukkan diri dan menghinakan diri di hadapan Allah. Oleh karena itu, mengajarkan ibadah bukan hanya sekadar mengajarkan tatacara beribadah yang zhohir. Namun, bagaimana membangun kesadaran pada anak bahwa dalam sujudnya ketika ia shalat merupakan bentuk menghinakan diri kepada Rabbnya. Merasakan setiap gerakan dan ucapan sebagai wujud penghambaan kepada Allah merupakan inti pengajaran ibadah kepada anak. Dengan demikian, kelak ibadah yang mereka jalani bukan merupakan beban tetapi kebutuhan, bukan sesuatu yang dihindari tetapi dirindukan. Ini lah yang kita harapkan dari anak-anak kita.

Ingat bagaimana teladan dari Rasulullah saw dan tabi’in. Rasulullah saw jika beliau sedang gundah atau risau, maka beliau mendirikan shalat dua raka’at. Beliau saw bersabda, “Dijadikan penyejuk mataku ada pada shalat” (HR. Nasa’I dan Ahmad) Urwah bin Zubair ra (seorang tabi’in, putra dari Zubair bin Awwan dan Asma binti Abu Bakar ra), suatu ketika dikisahkan bahwa beliau ra pergi ke kerajaan Bani Umayyah. Ketika tiba di sana, beliau ra tertimpa penyakit sehingga kakinya harus diamputasi. Tabib kerajaan menawarkan beberapa cara untuk mengurangi rasa sakit yang beliau rasakan jika kakinya diamputasi (jaman dahulu tentu belum ada anestesi yang dapat mencegah rasa sakit). Tabib tersebut menawarkan kepada Urwah ra untuk mengumpulkan beberapa orang untuk memegangnya ketika ia diamputasi. Namun, Urwah ra memilih untuk shalat. Urwah berkata: “Biarkan aku melakukan shalat, jika aku telah melaksanakan shalat maka terserah apa yang hendak kalian lakukan” Kaki Urwah ra pun diamputasi ketika beliau sedang shalat.

Secara istilah, menurut Ibnu Taimiyyah, ibadah berarti segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun lahir.

Dengan demikian, ibadah bukan hanya yang berupa ritual, hal yang mubah pun bisa menjadi ibadah. Misalnya, bagi seorang ibu, menggantikan popok, menyiapkan makanan, meyuapi makanan ke anak, memandikannya pun dapat bernilai ibadah, asal diniatkan untuk mencari keridhaan Allah.  

KLASIFIKASI IBADAH

Ibadah ada dua, yaitu:

Ibadah mahdhoh, ialah ibadah yang murni ibadah. Ibadah tersebut memiliki tatacara (syarat dan rukun) tertentu yang ditentukan oleh syariat. Jadi, dalam pelaksanaannya harus mengikuti tuntutan Allah dan Rasulullah saw, atau dalam ibadah mahdhoh dikenal adanya kaidah: “hukum asal ibadah itu terlarang, sampai ada dalil yang menuntunkannya”. Contoh ibadah mahdhoh, ialah shalat dan puasa.Ibadah ghoiru mahdhoh, ialah ibadah yang asalnya mubah, namun dapat menjadi ibadah jika diniatkan untuk beribadah kepada Allah. Contohnya, ketika seorang ibu merawat anaknya (mengganti popok, dsb) seperti di pemabahasan sebelumnya. Atau, ketika seorang ayah mencari nafkah untuk keluarganya yang diniatkan untuk mencari keridhaan Allah, maka hal tsb menjadi ibadah. Tetapi, jika hanya diniatkan untuk mencari uang, maka tidak bernilai ibadah dan berpahala.

 ESENSI MENGAJARKAN IBADAH PADA ANAK

Ibadah akan menjaga ruh sang anak agar selalu tersambung dengan Allah

Anak terlahir dengan warna fitrah, bukan seperti kertas kosong. Fitrah anak manusia ialah untuk beribadah kepada Rabbnya, sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada anak dilahirkan kecuali di atas fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Sebagaimana binatang yang sehat melahirkan anaknya yang juga sehat, bukankah kalian ketahui bahwa cacat terjadi setelah dilahirkan?” (HR. Bukhari Muslim). Maka, tugas orangtua ialah menjaga warna fitrah tersebut agar tidak terkotori warna-warna lainnya. Salah satunya ialah dengan mengajarkan anak ibadah. Jika orangtua berhasil mengajarkan ibadah pada anak sehingga timbul kecintaannya terhadap ibadah, maka orangtua berhasil menjaga fitrah anak agar senantiasa tersambung kepada Allah.

Melatih anak untuk beribadah semenjak dini lebih mudah daripada ketika sudah baligh

Melatih anak beribadah sejak dini ibarat meluruskan dahan tumbuhan yang masih muda, ia akan mudah sekali dibentuk dan diluruskan. Jika anak sudah baligh, ia seumpama dahan yang sudah kuat dan kokoh, maka akan sangat sulit untuk diluruskan. Maka, membiasakan anak pada ibadah semenjak dini merupakan kesempatan besar. Selain itu, menurut pakar pendidikan Islam, proses pembiasaan merupakan salah satu sarana dalam pendidikan Islam. Karena itu, penting agar dapat membiasakan anak pada ibadah-ibadah semenjak dini. Selain itu, biasakan anak pada ibadah-ibadah yang hanya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah saw.

Terdapat banyak syariat dan pelajaran yang terkait dalam suatu ibadah

Dalam suatu ibadah, terdapat pelajaran dan syariat yang saling terkait satu sama lain. Contohnya, shalat. Di dalam shalat, ada syariat-syariat lain yang terkait dan penting untuk diajarkan kepada anak, seperti istinja dan thaharah, pakaian (tentang menutup aurat dan kebersihan), dan syariat laki-laki dan perempuan. Kita mungkin masih ingat beredarnya foto buku pelajaran agama untuk SD yang berisi mengenai imam banci. Padahal, syariat mengenai laki-laki dan perempuan sudah sangat jelas di dalam shalat. Shalat merupakan salah satu jalan untuk menjelaskan status jenis kelamin anak secara tegas. Caranya ialah dengan menjelaskan bahwa shaf laki-laki ada di depan, sementarashaf perempuan ada di belakang, selain itu tempat bersuci perempuan dan laki-laki pun berbeda. Ini merupakan salah satu pendidikan dan pelajaran dalam shalat dan Islam, fiqih menjadi pintu pengenalan jenis kelamin yang baik dan lengkap.

Anak akan mendapat kebaikan-kebaikan

Selama anak belum memasuki masa taklif baligh), anak tidak mendapatkan dosa ketika meninggalkan syariat namun, anak tetap mendapatkan kebaikan atau pahala. Umar bin Khattab ra berpendapat, bahwa pada anak kecil yang belum baligh, akan dicatat kebaikannya dan tidak dicatat keburukannya. Bagi orangtua yang mengajarkan kebaikan pada anak, orangtua pun akan mendapatkan kebaikan atau pahala. Selain itu, efek kebaikan atas suatu ibadah itu bukan hanya di akhirat, tapi juga di dunia. Contohnya, sedekah. Jika seseorang bersedekah dengan niat ikhlas mengharapkan ridha Allah, maka orang tsb selain mendapatkan pahala di sisi Allah, ia pun akan dijauhkan dari penyakit dan dilindungi dari bala yang buruk.  

PANDUAN MENGAJARKAN IBADAH PADA ANAK

Berikut ialah beberapa nash yang digunakan sebagai landasan dalam mengajarkan ibadah pada anak.

“Perintahkan anak-anak kalian shalat pada usia 7 tahun, pukullah mereka jika meninggalkannya pada usia 10 tahun, dan pisahkan di antara mereka tempat tidurnya” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, Hasan).Berkata Umar bin Khattab ra kepada seorang laki-laki yang mabuk di bulan Ramadhan, “Celaka kamu! (Kamu mabuk) padahal anak-anak kita sedang berpuasa” Kemudian Umar ra mencambuknya (sebagai hukuman had untuknya) (HR. Bukhari secara Mu’allaq)Dari Ar Rabayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran ra, ia berkata: Suatu pagi di hari ‘Asyura, Rasulullah saw mengirimkan petugas ke perkampungan orang Anshar di sekitar Madinah untuk menyampaikan pengumuman, “Siapa yang berpuasa sejak pagi hari, hendaklah ia menyempurnakan puasanya, dan siapa yang tidak berpuasa hendaklah ia berpuasa sejak mendengar pengumuman ini”. Semenjak itu, kami berpuasa di hari ‘Asyura, dan kami suruh pula anak-anak kecil kami, in sha Allah. Kami bawa mereka ke masjid dan kami buatkan mereka main-mainan dari bulu. Apabila ada yang menangis minta makan, kami berikan setelah waktu berbuka tiba. (HR. Bukhari dan Muslim

Berdasarkan hadist pertama, anak harus diperintahkan shalat ketika ia berusia 7 tahun dan dipukul ketika anak berusia 10 tahun. Oleh karena itu, sebelum 7 tahun anak harus dipersiapkan agar dapat mendirikan shalat. Kemudian, ulama berbeda pendapat mengenai kapan anak harus diperintahkan untuk puasa atau shaum. Pada hadist-hadist di atas tidak disebutkan kapan usia anak-anak tsb berpuasa. Sehingga, sebagian ulama mengambil patokan usia 7 tahun pada hadist pertama untuk memerintahkan anak agar berpuasa. Untuk mencapai “target” agar anak shalat dan shaum di usia 7 tahun, maka diperlukan tahap-tahapan untuk mengajarkan ibadah tsb pada anak. Selain itu, tahapan-tahapan tsb bertujuan agar kelak tumbuh dalam diri anak kecintaan dan kebutuhan terhadap ibadah.  

MENYIAPKAN RUHIYAH ANAK

Menyiapkan ruhiyah anak agar anak siap diberi pengajaran ibadah sama halnya seperti menyiapkan tanah untuk ditanami bibit tumbuhan. Tanah tersebut harus diisi dan dilindungi agar gembur dan siap ditanami. Menyiapkan ruhiyah anak sesungguhnya dilakukan jauh-jauh hari sebelum anak-anak tersebut lahir, yaitu:

Sebelum lahir

Mencari pasangan yang shaleh atau shalehahBerniat menjaga diri dan memperoleh keturunan yang shaleh dan shalehah ketika menikahMengerjakan adab-adab ketika berhubungan suami istriIkhlas ketika melahirkan anak perempuan

Ketika dalam buaian

Meng-adzani telinga kanan anak ketika anak lahirBerdoa dan bersyukur atas kelahiran anakMelakukan tahnik pada anakMencukur dan menimbang rambut bayi, lalu menyedekahkan perak seberat rambut tsbMemberi nama yang baik

Masa kanak-kanak awal

Memberikan teladan yang baikMemberikan nasyid-nasyid Islami yang baikMembacakan sirahBerdzikir ketika menimang anakMembacakan al QuranMelindungi anak ketika menjelang dan selama waktu maghrib.

Melindungi anak ketika waktu maghrib ialah sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Dari Jabir bin Abdillah ra, Rasulullah saw bersabda, “Jika malam telah turun – atau ketika sore menjelang malam – maka tahanlah anak-anak kamu (jangan sampai keluar rumah) karena setan-setan tengah menyebar di saat itu. Setelah berlangsung beberapa saat lamanya, biarkan mereka bermain. Tutuplah semua pintu, bacalah nama Allah, karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup. Tutupi tempat minum kalian dengan menyebut nama Allah, sekalipun hanya dengan menaruh sesuatu di atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Waktu maghrib yang dimaksud ialah menjelang maghrib hingga sebelum isya.

Rasulullah saw memerintahkan agar anak-anak berada di dalam rumah karena pada waktu tersebut sesungguhnya setan sedang menyebar. Ibnu al Jauzi memaknai perintah pada hadist tsb karena dua hal: 1. anak-anak kecil tidak bisa terlepas dari najis, sementara setan sangat senang pada najis (oleh karena itu pula, laranglah anak-anak untuk berlama-lama di kamar mandi, karena kamar mandi ialah tempatnya setan yaitu setan Walhan), 2. anak-anak belum bisa menahan dan melindungi diri mereka dengan berdzikir sebagaimana halnya orang dewasa. Jika disebabkan karena suatu keperluan (contohnya, pergi ke masjid untuk menunaikan shalat) pada anak yang sudah bisa menjaga kesucian diri dan berdzikir, maka tidak mengapa.  

TAHAPAN MENGAJARKAN IBADAH

USIA 0 – 2 TAHUN

Menyusui anak selama 2 tahun dan menyapihnya

Dua tahun dihitung dengan menggunakan penanggalan Hijriyyah, bukan Masehi, sebab dalam pelaksanaan syariat waktu dihitung menggunakan Hijriyyah.

Ayah memenuhi kebutuhan dan mencari nafkah yang halal

Halal atau haramnya rizki, baik pakaian maupun makanan, dapat mempengaruhi semangat untuk beribadah, karena itu wajib bagi ayah memenuhi kebutuhan anak dengan yang halal.

Menimang anak dalam buaian dengan membacakan kalimat-kalimat dzikir

USIA 3 TAHUN

Di usia 3 tahun, anak mulai mencontoh, maka orangtua harus memberi contoh yang baik.

Membacakan kisah-kisah teladan

Sepertiga isi dari Al Quran ialah kisah. Bahkan, Imam Abu Hanifah, seorang ahli fiqih, pernah berkata, “Kisah orang beriman lebih aku cintai dari ilmu fiqih”. Kisah-kisah teladan dapat memberikan inspirasi bagi anak.

Men-talqin anak dengan bacaan Al Quran dan dzikirBernasyid dengan nasyid yang baik, tentang tauhid dan ibadah

Pada usia 3 – 7 tahun nasyid dapat memberikan pengaruh yang baik pada anak. USIA 4 TAHUN

Mengajarkan wudhu

Mengajarkan wudhu tidak dilakukan dengan memberikan teori seperti rukun atau syarat-syaratnya, tetapi dengan praktik secara langsung, seperti halnya Rasulullah saw mendapatkan pengajaran wudhu dan shalat dari Jibril, atau Ustman bin Affan ra mendapatkan pengajaran langsung dari Rasulullah saw.

Mengajak anak berdiri bersama dalam shalat (pada usia ini anak hanya diajak)

USIA 5 TAHUN

Memotivasi anak shalat

Agar orangtua dapat memotivasi anak untuk shalat, orangtua harus mempelajari dan memahami fiqih termasuk keutamaan-keutamaan ibadah. Anak dapat dimotivasi dengan memberitahu keutamaan-keutamaan ibadah. Misalnya, “Nak, tahu tidak kalau kita shalat berjamaah ke masjid banyak sekali kebaikannya? Satu langkah ketika berjalan ke masjid dapat menghapus dosa, mendapat pahala, dan diangkat derajatnya oleh Allah. Satu langkah saja nak, ada tiga kebaikan! Bayangkan berapa banyak langkah kita ke masjid!” Atau kita dapat memotivasi anak dengan kisah-kisah. Misalnya, kisah Abdullah bin Maktum, seorang buta yang meminta keringanan agar tidak shalat berjamaah ke masjid, namun Rasulullah saw tidak memberikannya izin padahal ia seorang yang buta. Kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan ibadah tsb dapat memotivasi anak.

Menghafalkan al fatihah

Anak dapat diajak untuk menghafal al fatihah karena al fatihah digunakan sebagai modal untuk shalat. Tentu boleh anak diajarkan untuk menghafal lebih dini jika sudah siap, meskipun ada pendapat pakar pendidikan Islam yang menyarankan agar anak menghafal setelah 7 tahun. Dalam kaitannya dengan ibadah, jika anak akan diperintahkan untuk dapat mendirikan shalat di usia tujuh tahun, maka anak dapat diajak menghafal al fatihah sejak lima tahun.

Mengajarkan shaum dalam tahapan sahur dan berbuka

Ketika anak dilibatkan pada sahur dan berbuka, anak akan secara tidak langsung belajar mengenai puasa. USIA 6 TAHUN

Terus memotivasi anak untuk shalatMenghafal ayat-ayat pendek

 APLIKASI DALAM MENGAJARKAN SHALAT

Keteladanan dan praktik langsung

Sebagaimana Rasulullah saw mengajarkan para sahabatnya shalat, orangtua juga sebaiknya mengajarkan anak shalat dengan praktik langsung. Bahkan, ketika mengajarkan shalat, Rasulullah saw naik ke atas mimbar untuk menunjukkan. Selain itu, diperkenankan bagi orangtua men-jahr­-kan atau mengeraskan bacaan shalat jika ingin mengajarkan anak sebagaimana Rasulullah saw mengajarkan para sahabatnya.

Meluruskan kesalahan shalat jika memungkinkan

Jika memungkinkan, maka orangtua sebaiknya meluruskan kesalahan shalat pada anak secara langsung. Seperti halnya Rasulullah saw menarik Ibnu Abbas ra untuk pindah ke sisi kanan beliau saw karena sebelumnya berdiri di sisi kiri beliau saw.

Mengoreksi kesalahan anak setelah shalat dengan lemah lembut tanpa mencela atau memojokkanMengajarkan bahwa shalat bukan sekadar gerakanJangan mengajarkan bid’ah

Dalam perkara ibadah, orangtua harus waspada agar jangan sampai mengajarkan bid’ah. Anak harus mengetahui mana perkara yang wajib dan sunnah. Jangan sampai anak keliru dalam prioritas ibadah karena melakukan perkara-perkara yang bid’ah.  

APLIKASI MENGAJARKAN SHAUM

Memulai mengajarkan puasa dengan membiasakan anak ikut sahur atau berbukaMengajak anak bermain ketika anak mulai merasa haus atau lapar, sebagaimana anak-anak pada masa Rasulullah saw dilatih untuk puasa

Jangan memulai pengajaran dengan kebohongan misalnya dengan mengatakan sarapan anak ialah sahur mereka. Atau, ketika anak-anak berpuasa kemudian berbuka sebelum maghrib (misal tengah hari), maka jangan katakan kepada anak bahwa mereka “lanjut berpuasa” tapi katakan bahwa mereka sedang “latihan menahan diri”. Hindari memberi pengetahuan yang menyesatkan anak.

Sekian pembahasan “Mengajarkan Rutinitas Ibadah pada Anak”. Semoga kita mampu mengambil pelajaran yang bermanfaat! Ya Rabb, bimbing kami…

Allahu ta’ala ‘alam…
Subhaanaka allahumma wa bihamdik, asyhaadu alaa illaha illa ant, astaghfiruka wa tubu ilayk

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Bedug

Berkali-kali flightku di batalkan karena asap menghalangi jarak pandang pesawat yang hendak take off. Baru sekali ini di antara puluhan kali...