Jejak jiwa
Notulensi HSMN - Diskusi grup HSMN 2
Pemateri : Abah Lilik (Fadli Riza)
Waktu diskusi : 1 Feb'15 pkl.20.00-22.00
Notulen : Mesa Dewi
Tema Diskusi : Jejak Jiwa
Jejakjiwa kami namakan utk program pelatihan, seminar, majelis taklim yg kami asuh.
Perkenalkan sy Fadli Riza, biasa dipanggil abah lilik, ayah 4 anak. 3putri 1putra
Bermula dari banyaknya yg konseling baik itu remaja, mahasiswa, ayahbunda bahkan yg konsultasi masalah anaknya, ternyata yg bermasalah ayahbunda nya . Kami renungkan ternyata tidak lepas dari masa lalu (masa anak dan remaja, 20 tahun pertama kehidupan nya). Pola asuh yg meliputi cara merasa, berfikir, bertindak, bersikap dan berbicara
Misalkan saja pola komunikasi, linguistik, sangat mempengaruhi.
Dalam suatu sesi pelatihan, ada seorang bunda bertanya, "abah, bagaimana cara mendidik anak yang berkualitas". Ketika ditanya balik, "bunda apa makna A. Pendidikan B. anak berkualitas" jawaban yg diberikan malah membingungkan.
Di sesi yang lain ada yang bertanya "kok mendidik anak sekarang lebih sulit ya dari pada anak dulu" ketika ditanya balik, "anak dulu itu siapa?" jawabnya "ya kita kita ini" orangtuanya siapa? "ya kakek neneknya anak anak kita".
"anak anak sekarang orangtuanya siapa" "ya kamii".
wajar kita merasa mendidik anak sekarang sulit, karena kita masih membawa persepsi dan gaya orang tua kita dalam mendidik anak anda kita, buka pola kita yang baru (ayahbunda yang mengupgrade dirinya)
Sesungguhnya Allah tidak membebani seseorang di luar kesanggupannya kan.
Yang akhirnya walaupun kita pernah menjadi anak-anak, remaja, pernah sd smp sma, kita harus tetap belajar sebagai ayahbunda untuk mempersiapkan anak-anak utk zamannya, Jejakjiwa kita adalah pelajaran berharga untuk lebih faham apa itu pendidikan karakter, pendidikan jiwa. Jejakjiwa Code adalah gabungan dari pengalaman menjadi ayah, guru Tk, Sd, Smp dan sebagai Parenting coach, dengan sejuta pertanyaan yg kami cari jawabannya dari Qur'an, Sunnah dan psikologi dengan bahasa yg simpel.
SESI TANYA JAWAB
T : Apakah walau kita sudah berusaha sekeras mungkin untuk tidak menggunakam cara "lama" ketika kita di didik sebagai anak.. apakah masih bisa muncul kembali cara2 lama tersebut berkaitan dengan jejak jiwa? Mengingat saya di didik dengan sangat keras oleh ibu saya, jika iya, bagaimana mengatasinya ya, Bah?"
J : Bisa saja muncul, apalagi bagi mereka yg belum 'reframing' dengan trauma dan masalalu nya, forgiven not forgotten kan,
Banyak yang mengatakan ikhlas dengan masalalu, hanya itu disisi spiritualitas, sedangkan hati kita juga punya logika, rasa, emosi, yang perlu dipenuhi dan 'dipuaskan' ketika ada pertanyaan di hati 'mengapa masalah ini terjadi padamu'..
Dilatih diterapkan mind set nya. Seandainya pun itu muncul dan berdampak dalam pola asuh anak anak kita, jangan segan segan utk istighfar dan meminta maaf pd anak kita. Itu yg kami sebut emosi negatif (marah, sedih, Kecewa, takut) di masalalu, harus segera ditutupi dengan emosi positif (bahagia, ybs aku bisa).. Untuk itulah, Visi itu penting banget, kita ndk boleh menjalani hidup ini flat, sekedar rutinitas.. Harus punya imajinasi dan mimpi. Bermain, Diskusi, komunikasi yg sesuai dengan tipe sang anak sangat membantu.
Ndk usah Ja'im dan menjaga wibawa berlebihan pd anak.
T : Bagaimana poin penting dalam mendidik anak2 usia SD di mana mereka adalah anak tiri,yg baru bertemu ketika mereka udah punya karakter,sifat bawaan masing2 dan bukan dari didikan kita sebelumnya?
J : Pilihan jiwa kita ketika takdir seperti itu menyapa apa?
A. Wah repot nih jadi PR besar, masalah baru. Atau
B. Ini tantangan, ini rizki, ini cara Allah mengupgrade saya, ini mendidik saya utk belajar lg.
Jika pilihannya benar benar yang B. Langkah berikutnya adalah mendata, menganalisa, dan mendiskusikan dengan pasangan dan dengan yang ahli, setelah itu mulai membuat langkah konkrit.. Itu yg membuat sy lebih tertarik coaching ketimbang seminar. Yang jelas jangan pernah terjebak utk menghakimi dan melatih serta menilai terlampau dini. Selama belum usia 20 tahun, tugas kita adalah ikhtiar yg optimal utk mendidik nya.
Itu poin nya bu. Dan ndk perlu lg 'dimasukin ke hati, istilah ibu tiri, anak tiri'. Allah sudah mengantar kan ia padamu. Artinya bunda yang lebih pantas, lebih sanggup mendidiknya
T : Bgm membangun ulang jejak jiwa kami sbg ortu? Karena sepanjang proses pengasuhan kami merasa byk salah. Sehingga perkembangan jiwa ananda mungkin belum optimal. Apa yg salah ya bah..? Kami sering berdiskusi bgm membuat treatment yg pas buat ananda. Tp, seperti nya hanya kenal teori , tp gagal praktek.
J : cara yang terbaik, UBAH PERSEPSI. Diskusinya diubah persepsi bu, bukanlah " Bagaimana membuat tertentu yg pas buat ananda". Tapi susunan tertentu utk diri sendiri. Anak tidak bermasalah, kitanya yang bermasalah. Rendah kan hati, kosongkan gelas. Sering saya temui banyak ortu yg sibuk fokus pada anaknya, padahal yg bermasalah dirinya. Maaf kalo sy to the point. Dalam Jejakjiwa Parenting Code, 50persen waktu lebih banyak habis hanya untuk meng 'eksplorasi' mental blok ayabunda. Kita sebagai ayahbunda yg harus ditreatment. Kita minta anak untuk disiplin, sudahkah kita disiplin untuk melatih cara kita berkomunikasi yg emphatic dan motivatif? Beberapa ahli mengatakan minimal 3bulan
T: Abah..klo cnth pendidikn jiwa bs lbh d jls kn abah? Nuhun.
J : Contoh pendidikan jiwa
A. Ketika anak kita usia 7 tahun menjatuhkan/menyenggol/memecahkan gelas dan kita berada di ruangan yg lain, apa yg kita ucapkan dan lakukan
B. Ketika anak kita usia 4 sd 6tahun temper tantrum di supermarket lantas apa yg kita lakukan?
C. Ketika anak kita usia 12tahun jujur, ternyata ia buka internet dan terbuka situs dengan konten porno apa yg kita lakukan?
Mungkin ada yg mau jawab salah satu dari A, B, C?
Jawaban yg riil, konkrit dan mungkin pernah kita lakukan? Atau pernah ndk ditanya anaknya, " kita bisa melihat Allah ndak?" "Allah dimana?"
●jawaban point A biasanya saya langsung istigfar dan meminta si kakak membersihkannya apa yang dipecahkannya dan menanyakan kenapa bisa terjadi.
●A. Ketika anak kita usia 7 tahun menjatuhkan/menyenggol/memecahkan gelas dan kita berada di ruangan yg lain, apa yg kita ucapkan dan lakukan. Jujurrr kalo saya pasti teriak trus istighfar (krn uda teriak2. Juga panik takut belingnya kemana2
Cara kita menjawab dan susunan kalimat adalah bagian dari pendidikan jiwa.
Karena setiap sesi kehidupan anak, polah, masalah yg muncul adalah 'pintu kesempatan' alias momentum utk menanamkan nilai (yg adakalanya terlewat kan karena emosional)
Nah kok ditanyakan 'kenapa bisa jatuh'. Apa alasan kita bertanya seperti itu?
●A. "SubhanAllah..
Hafizh, kok bisa gelasnya pecah?. Tadi kan sdh mm bilang minumnya sambil duduk, ngga dibawa kesana kemari. Sini mm lihat, ada yg luka kah?..
Ayo ambil lap. bantu bersihkan "Anak sy 3th, jujur point A sy kdg masih sering terbawa emosi.. Ini bnr2 PR besar buat sy
"Makanya hati hati dong nak.. Kan udah dibilangin.."
Kenapa teriak teriak pdhl... Teriakan bukan mantra yg bisa membuat gelas itu utuh kembali? Kan udah dibilangin, tadi kan sudah mama bilangin minumnya duduk. Why?
Alangkah indahnya kalo kita berikan jeda sejenak pada hati kita, bukannya langsung merespon, sambil kita susun kata-kata yg pas dan ekspresi wajah yg pas.
Berikan kesempatan dia yang menyimpulkan atau ajari ia yg mengambil hikmah dan pelajaran, sambil melatih ekspresi anak anak kita..
Adakalanya ketika anak pun jujur, respon kita tetap marah, pihaknya seharusnya menghargai dulu kejujurannya.
Ketika hati anak kita senang dan tenang, maka nilai-nilai untuk jiwa mereka bisa dimasukkan.
● kadang kita teriak tapi bukan marah,namun kaget dan lebih khawatir ke anak apa dia baik2 sj. Apa sikap sy msh salah?
Kaget kan respon bu, ndk papa sih ko belum biasa terlatih tenang, yg penting sudahkah kita minta maaf kalo tadi sudah teriak teriak pd anak kita.. Jika kita ndk minta maaf, khawatir aja besok besok dia meniru sikap kita, akhirnya kesalahan didik pd cucu kita terulang lagi.. Gagal deh revolusi mentalnya, eh salah reformasi mentalnya
T : Saya ibu dari seorang putra berumur 8y8m pendidikan kelas 3 MI dan seorang putri 4y7m pendidikan PAUD . jujur saya sangat keras mendidik anak anak saya. dan terkadang agak tempramental. lagi berusaha utk belajar sabar. saya memberikan jadwal pada putra saya sangat padat senin sampai dengan sabtu sekolah mi dari pukul 06:30-12:30. hari senin - jumat madrasah diniah 13:30-15:30. tadarus al quran di masjid minggu-jumat pukul 18:00-20:00. les bahasa seminggu 4 kali pukul 16:30-17:45. apakah saya memberikan jadwal terlalu padat atau normal. minggu pagi latihan karate. sebulan sekali saya ajak berenang. adakah jadwal yang harus saya kurangi. alhamdulillah anaknya menjalankannya dengan senang biarpun terkadang mengeluh. makasih Abah saya tunggu sarannya...
J : Kita boleh marah besar, keras pada anak anak yg dewasa usia 20 tahun ke atas, atas kesalahannya karena wajar mereka harus sadar dan tahu itu salah.
Tetapi untuk anak anak kita apalagi 10tahun pertama, mereka baru belajar hidup.. Jangan sampai mereka jadi orang yg takut salah akhirnya menjadi lambat dalam ke mengambil keputusan hidup, moodian. Mudah galau. Jika kita ingin mereka menikmati proses pembelajaran yg sudah kita atur dan jadwalkan begitu padatnya, buatlah diri kita kelihatan 'asyik' dan ceria ketika mengantar, mendampingi mereka. Anak anak terasa lho kalo mereka menjadi beban ortu daripada sebagai penyejuk mata.. Kadang lucu, ketika ujian akhir semester, kelihatan lebih stres bundanya ketimbang anaknya. Nah dengan jadwal yg padat itu jangan sampai lebih banyak jadi bebannya ketimbang kejahatan anak anak kita mengapa mereka harus ikut A dan ikut B. Oya sekedar masukan, hati-hati jangan sampai anak kita muncul 'keracunan belajar' yakni kondisi eneg dan bosan belajar, karena mereka tidak menemukan passionnya. Karena belajar terjebak pada sisi kognitif saja, yakni bagaimana menjejali otak anak dengan data data ilmu. Apalagi jika menyangkut masalah pendidikan anak, perhatikan bagaimana luqman al hakim mengajarkan tauhid pd anaknya bukan sekedar teori tapi bagaimana learning ny doing (dialog setelah naik keledai bersama)
T : Pak, jika kita sudah memahami jejak jiwa kita, apa step berikutnya yang harus dilakukan? Jejak jiwa nya ada yang negatif dan positif. Lalu, Apakah jejak jiwa negatif bisa dirubah lebih positif? Misal kasus utk anak 8 th? Terimakasih "
J : Bisa. Kalau kembali pada Qur'an, tutuplah keburukan dengan kebaikan.. Duplikasi aja segala hal yg bisa menambah emosi positif. Yg lebih penting lagi, ayah bunda harus punya blueprint / cetak biru Jejakjiwa.
Terutama dikaitkan dengan hadits tersebut fitrah, Hadits arbaina no. 4, tafsir alfatihah, pemahaman tentang rukun iman yg ke enam, takdir.
Makanya ingin rasanya copy darat, menjelaskan tentang mindmap jejakjiwa. Dalam Jejakjiwa yg sulit adalah mengkompakkan ayah dan bunda, karena kita sendiri masing masing punya Jejakjiwa (masalalu yg berbeda)
T : jejak jiwa parenting code menghabiskan 50% waktu untuk eksplore 'mental block' ortu.. Nah, apakah ini sama dg Tazkiyantunnafs (pensucian diri) sebelum mendidik anak anak kita?
Lalu, bagaimana cara sy (sbg ortu) tahu bahwa sy sudah menghilangkan semua emosi negatif bawaan(dari ortu)?
Bagaimana menghilangkan jejak jiwa yang negatif dari diri orang tua baik dari pola asuh masa lalu ataupun tekanan negatif dari lingkungan sekitar orang terdekat dll??
J : Pertama taklim dulu, didapatkan dulu ilmu tentang jiwa, nafs, mentalblock trauma dll. Kedua Faham, dipahami kaitan semuanya itu. Ketiga Faqih, kejahatan yg mendalam, yakni bisa mengaitkan antara yg dipahami dengan kronologi sejarah diri. Sifat ada dua : sifat manusiawi sifat keturunan, dan sifat yg baru akibat proses pengasuhan terutama di masa 10tahun pertama, Karakter adalah sifat yg terbiasa atau jadi kebiasaan. Sifat tidak berubah, Karakter bisa berubah karena pembiasaan. Sedangkan watak adalah karakter yg sudah menguat karena faktor usia (di atas 40taun) bisa berubah tapi sulit, perlu peristiwa 'dasyat' untuk menstimulus nya. Kita tidak bisa mengubah orangtua kita, selayaknya tidak bisa mengubah kondisi kecuali diri kita sendiri. Artinya yg mengubah adalah orangtua itu sendiri
T : Saya punya anak 15m klo marah ato menginginkan sesuatu yg tdk bisa terpenuhi sukanya menyakiti diri sendiri seperti mengigit jari dan menjambak rambutnya, padahal tdk ada yg mencontohkan apalagi mengajari. Apa hal ini ada kaitannya dengan jejak jiwa dari kami sebagai orangtuanya? Makasih
J : Mungkin saja, termasuk ketika kita berkali kali membiarkan diri kita mengalah dengan 'senjata menghindari dan menambah rambutnya`. Bargaining position kita jadi lemah. Ini terjadi karena kita belum benar benar memahami bagaimana menghadapi ' temper tantrum 'anak. Apakah ada yg mencontohkan nya (keluarga atau di babyschool nya)?
Gak ada abah, saya malah jarang marah sama anak saya, kebetulan dia anak laki2 dan anak1 saya. Dan saya tinggal bersmaa k2 ortu saya yg sangat perhatian sayang k cucu nya. Apa krn saya lagi ada mslh dgn suami saya kdg klo asi suka nangis?
Oke bisa saja karena faktor itu, artinya anak anda mengalami temper tantrum lebih awal, coba lakukan terapi.
Ketika anak mulai akan menggigit jari nya, dan menjambak rambutnya, pelan pelan peluk dia dan setelah dia menggigit jari atau menjambak (tahap awal ndk papa) lepas kan dari mulut dan rambutnya dan katakan, yuk sayang dengan jarinya, jari ini milik (sebutkan namanya) rambut ini milik... Kakek nenek sayang kamu.. Kamu cucu milik mereka.. Ibu sayang.. Kamu milik ibu..
Pelan pelan dia akan mulai menyamakan sayang jari seperti halnya sayang nenek pd cucu. Kemudian pastikan keinginannya jangan dipenuhi dulu. Agar ia tidak menjadikan gigit jari jambak rambut sebagai cara meminta sesuat. Sering sering lah bermain dan ekspresi pd anak.. Jangan sampai kakek nenek jadi dominan.. Buatlah'me time ' dengan nya.
Abah apa sifat anak saya yg demikian bisa nanti menjadi watak? Krn memang saya sll cium tangannya stlah dia gigit dan nangis kecenang kesakitan. Krn gerakannya.
Bisa kalo tidak terapi dari sekarang.. Ada masa pembentukan karakter. Jadilah ibu yang kuat dan tegar apapun masalah dengan suami. Karena waktu ndk bisa diulangi.. suami dan istri bisa jadi mantan, tapi ayah bunda ndk bisa jadi mantan.
Moga Allah menguatkan ibu dan segera selesai masalah komunikasi.
T : Abah, saya sungguh trauma dengan kondisi ibu saya yg dimadu dgn tidak adil dan penuh airmata. Lalu kini saya tinggal bersama mertua yang menjadi istri ke-2, sehingga rasanya ketidak cocokan dan ketidak sukaan sy terus membayang2i sehingga hubungan sy bisa dikatakan tdk baik dengan ibu mertua..bagaimana menyikapinya ya abah?
J : Wah Allah itu Maha Tahu ya.. Gara gara ndk trauma dengan masalalu (ibu dimana dgn tidak adil, kalo adil beda lagi kan ceritanya). Maka Allah izinkan anda mengobati trauma dengan diberikan mertua yg menjadi istri kedua seseorang, Allah ingin anda belajar bukan dari sisi istri pertama yg dimadu semata, Allah mau anda belajar dari sisi sebaliknya, yakni dari madunya (dari seseorang sbg istri kedua).
Apakah mertua anda berhasil dalam rumah tangganya? Ada kalanya kita tidak adil juga memandang masalah, seolah olah istri kedua adalah perebut suami orang, padahal tidak selamanya seperti itu.
Dalam kasus anda, bisa jadi masalah nya bukan pd istri pertama atau kedua tapi pd suami mereka. Bu, tidak ada yg kebetulan, Allah ciptakan takdir itu dengan ukuran dan hitungan nya Allah.
Saya yakin jika dipahami dengan baik, anda jadi bisa banyak belajar dari ibunda dan ibu mertua..
Hingga bisa jadi bahan bagaimana dihadapan suami, hingga anda satu satunya ratu dalam kehidupan suami. Mungkin juga bermanfaat untuk menyiapkan anak gadis kita bagaimana memahami suaminya kelak. Wallahu a'lam bish showab.
Mohon maaf jika ada salah kata. Semua yang terjadi adalah ayat ayat Allah agar kita belajar Q. S 3 ayat 190-191.
Quote dari saya "Jika ada kemauan pasti ada seribu jalan, jika tidak ada kemauan (untuk berubah, reframing, reformasi mind set) pasti ada seribu alasan, sayangnya manusia adalah makhluk yang paling cerdas untuk mencari alasan alasan.
0 comments